Rabu, 08 Januari 2014

sejarah Kongregasi Budi Mulia - Interniran, bruder-bruder dari Bangka di kamp-konsentrasi , masa penjajahan Jepang . oleh Br.Wulfram dan Br.Ethelbert .



10 April 1942

Dari buku-buku dan cerita-cerita orang tentu mendapat sesuatu gambaran tentang suatu kamp interniran : barak-barak untuk tidur , makan , suatu tempat tinggal dengan kursi-kursi dan meja-meja , kantin , perpustakaan , dan sebagainya . Tempat yg bagus untuk melewatkan waktu beberapa lamanya . (1)

Segeralah ternyata bahwa bisa lain juga keadaannya . Kepala kamp itu sudah berdiri menunggu bruder-bruder dengan tertawa atau mungkin juga ejekan dimukanya . Segeralah bruder-bruder  mendapat kepastian . Apa yg membuat orang itu kelihatan berprihatin menyedihkan  . Dengan diantar pergilah mereka ke sebuah bangsal kecil berukuran 6 kali 5 meter , yg sudah penuh dengan orang-orang Eropa, semuanya laki laki , yg katanya diangkut ke Muntok . Mereka semua heran luar biasa , melihat pastor-pastor dan bruder –bruder dan malahan juga Monsinyur masuk ruangan itu . Dalam nada suara mereka terdengar pernyataan menyesal :”Mengapa orang-orang ini mesti diinternir  ? Mereka telah menyerahkan hidup mereka untuk orang-orang disini , tidak mencari kesenangan diri sendiri , dan selalu bersedia menolong orang lain”. (2)

Kita tidak sering mendengar penghargaan mengenai kehidupan kita diucapkan semacam itu . Sedapat – dapatnya rombongan yg baru itu berusaha membaurkan diri dengan mereka yg lain. (3)

Sepanjang pinggir ruangan itu terdapat balai-balai papan untuk tidur , tetapi ternyata memang hanya itulah perabot  di dalam ruangan itu  . Pintu ditutup kembali . Orang berusaha menerima keadaan itu dengan sebaik-baiknya . Kira-kira sejam kemudian masuklah satu rombongan lagi , ternyata itu sama saudara kita Br.Hermenigild , Br. Josephus , Br.Symphronius dan Br.Simplicianus , bersama pastor-pastor  dari Sungailiat , Muntok dan Belinyu  . Dengan rasa humor yg pahit orang mulai bernyanyi : “Er kan nog meer bij “ ( Masih bisa tumbuh lagi ) .(4)

Ruangan kecil itu sekarang penuh sesak , semuanya sudah 80 orang . Akan terus demikian?  Kami semua duduk di atas pangkuan , yg lain di balik terkunci . Pada sore harinya tampak sudah ada penyelesaian  . Kaum rohaniwan yg berjumlah 26 orang , dapat pindah ke ruangan kecil di sebelah , 3 kali 5 meter , ruang sakit orang-orang hukuman  . Memang patutlah disampaikan  penghargaan mengenai caranya pemerintah Hindia Belanda menampung orang-orang hukumannya . Orang mengalaminya sendiri sekarang . Kami mendapat beberapa potong balok dan papan untuk membuat balai-balai  , dan siapa yg tidak dapat membuat itu membentangkan tikarnya dibawah balai-balai di atas lantai . Selanjutnya ada sebuah kamar mandi dan sebuah  w.c . Di depan ruangan itu masih terdapat sebidang  lapangan rumput dikelilingi pagar kawat berduri untuk memisahkan nya dengan orang-orang  hukuman biasa . Pintu-pintu sekarang tinggal terbuka , sehingga kami dapat menghirup sedikit udara segar.  (5)

Kami sudah ditampung  di dalam ruangan itu. Menang  tidak membesarkan hati dan malam pertama tidak banyak kami bisa tidur di atas papan atau lantai yg keras itu . Pagi-pagi kami mendengar  makanan kami yg pertama ….satu piring kaleng dengan satu batang jagung yg keras , yg mungkin hanya direndam  beberapa saat di dalam air panas . Kepala penjara sendiri datang mengumumkan makanan itu :” Inilah makanan yg diberikan oleh pemerintah  Hindia Belanda kepada orang-orang hukuman . Jadi kalian juga bisa makan.” (6)

Orang-orang  menjadi sadar bagaimana keadaan yg sebenarnya , Residen dan kontrolir-kontrolir bersungut-sungut sebentar dan komisaris polisi berkata : “ Tunggu saja saudara , waktu kami akan tiba kembali”. Orang-orang yg suka melucu mulai bereaksi seperti ayam berkotek dan itu memberikan suasana gembira dalam keadaan seperti itu. Tetapi kebanyakan tidak bisa makan lebih banyak dan mengembalikan piring mereka . Ketika orang-orang hukuman berjalan lewat  , mereka menyerbu piring-piring itu dan menghabiskan isinya . Akan tiba jugakah saat kami seperti itu.. (7)

Sesudah 14 hari datanglah lagi sebuah transport , orang-oarang Eropa , penduduk Belitung sudah dikumpulkan  , diantaranya juga pastor-pastor  dari Belitung . Mereka ini langsung digabungkan dengan pastor-pastor yang lain . Syukurlah hal ini tidak berlangsung lama  . Seluruh keadaan di organisasikan kembali . Orang-orang yg di internis ditempatkan di dalam bagian lain penjara itu yg terdiri atas dua baris bangsal masing-masing berukuran 10 kali 5 meter . Pada kedua sisi yg panjang terdapat balai-balai yg panjang . Tiap orang mendapat tempat 70 sentimeter . Kamar mandi terdiri dari satu baris  douche dan w.c  adalah sebuah got panjang tempat kita bisa duduk  berdampingan .  Pada mulanya douche-douche itu mengalir  berlimpah-limpah  , tetapi segeralah ditetapkan bahwa air hanya dialirkan pada jam tertentu  , karena harus diperhatikan baik-baik supaya bisa mandi . Tetapi inipun menurut  kepala penjara masih terlalu mewah  . Douche-douche itu dimatikan dan sekarang tinggal hanya satu kran lagi . Maka tidak ada kemungkinan lain daripada berbaris dengan  badan telanjang menunggu giliran untuk mandi . Dan kalau giliran tiba harus cepat-cepat berdiri dibawah kran itu membasahkan badan lalu masuk barisan lagi untuk bersabun  . Lalu masuk lagi untuk membersihkan badan. Tetapi itupun harus cepat-cepat  dilakukan sebab ada resiko  kran sudah ditutup sebelum kita selesai . Masih terlalu mewah . Sabun makin berkurang dan akhirnya mandi tanpa sabun . (8)

JUga mencuci pakaian menjadi suatu masalah berat  . Satu – satunya pemecahan , sesedikit mungkin memakai pakaian . Satu celana pendek saja sudah cukup . Kepala penjara bisa tertawa senang bila berjalan lewat di tempat kami . Kutu busuk yg tidak terbilang banyaknya  dan tidak bisa dihilangkan merupakan saksi-saksi hidup dan pengangum kehidupan interniran kami .  Binatang-binatang kecil ini begitu erat melekat pada manusia manusia yg terkurung ini . Membersihkannya dengan cara apapun tidak menolong . Keadaannya menjadi lebih hebat  lagi ketika orang tidak bisa lagi mengadakan pembersihan sungguh-sungguh karena kekuatan jasmani melemah  .(9)



Masalah lain yg terus menghantu  : bagaimana bisa tahan melewatkan waktu ? Di dalam kamp itu hanya ada beberapa buku bacaan yg berpindah pindah dari tangan ke tangan . Kartu-kartu bermain ada beberapa stel  sehingga ramai juga orang bermain bridge . Buku-buku study tidak ada. Namun demikian banyak juga yg dipelajari , sebab beberapa orang menyediakan diri membagi pengetahuan mereka dengan orang lain. Untuk kertas dapat diambil dari arsip tua pengadilan yg disimpan di dalam sebuah kamar dan di dalam arsip-arsip itu ada banyak halaman yg kosong . (10)

Maka Monsinyur memberikan pelajaran Bahasa Latin kepada bruder-bruder . Pastor Neijsen mengajar Bahasa Cina dan residen  mengajar Bahasa Melayu . Selanjutnya banyak juga yg bermain catur . Br.Getulius berhasil  menjadi juara , dan mendapat hadiah untuk itu satu set permainan catur , yg dibuat oleh seorang penghuni kamp.  Dia berhasil selesai pada waktunya membuat alat permainan itu , sebab semua benda yg bisa dipakai untuk memotong harus dikumpulkan . (11)

Kepala penjara itu melihat bahwa orang-orang menyibukan diri dengan pekerjaan ukir-mengukir . Orang terutama  harus mati secara rohani . Kematian jasmani akan datang dengan sendirinya  . Jatah harian menjadi sangat kurang  . Pagi-pagi 50 gram bubur yg terdiri  atas air dan beberapa sendok nasi.  Tengah hari 100 gram nasi dengan satu sendok kacang kedelai yg kebanyakan kali tidak masak . Pada mulanya tiap hari Minggu ditambah dengan sepotong daging dan dalam minggu satu potong ikan asin . Malam hari juga 100 gram nasi , tetapi porsi-porsi itupun makin hari makin kurang .  Tidak mengherankan  bahwa kesehatan banyak penghuni  kamp  terus mundur  . Perut orang menghilang dan tiap-tiap orang menjadi makin langsing  dan sesudah 1 ½ tahun semua orang sudah kehilangan berat badan  dibawah timbangan minimum (12)

Pada mulanya bruder-bruder dan pastor-pastor masih mengalami beberapa minggu yg baik . Mereka mendapat izin tiap hari Minggu pergi ke gereja di dalam kota , Pagi-pagi pukul setengah delapan mereka sudah berbaris di luar , di muka , di belakang  dan di samping ada agen-agen polisi bersenjata . Kami semua mendapat peringatan :  “Siapa lari , mendapat peluru “. (13)

Berdua-dua , dalam barisan yg rapi kami berjalan ke gereja  , kira-kira setengah jam berjalan . Orang-orang sepanjang jalan menggeleng-gelengkan kepala dan di sana sini terdengar suara :” Betapa kurus mereka kelihatan “. Tetapi untuk kerohanian ini memang suatu kelegaan , kita bisa melihat orang lain dan lingkungan lama yg sudah di kenal . Sepanjang hidup tidak pernah merasa begitu senang ke gereja seperti pada saat ini . Mereka berjalan melewati sekolah dan rumah yg kini diduduki oleh orang Jepang . Di dalam gereja kami menyanyikan Misa Kudus , sebab tidak boleh terlalu lama kami berada di luar . Sesudah misa kami bertemu lagi dengan Br. Angelus dan orang-orang Katolik , yg sebenarnya sudah tidak berhubungan lagi . Polisi kelihatan tidak terlalu keras . Kembali di penjara pengalaman  pagi hari itu menjadi bahan pembicaraan selama beberapa jam pertama . Dengan penuh kerinduan kami menantikan datangnya hari Minggu yg berikut . Dan memang merupakan hari-hari pesta bagi kelompok kami . Br.Angelus mengusulkan supaya kami bernyanyi  dipanti imam , itu lebih bagus . Ketika misa mulai pintu sakristi  terbuka sedikit dan beberapa orang penyanyi dipanggil masuk . Di sana setiap orang mendapat satu piring penuh dengan makanan , bahkan dengan sepotong daging ayam pula.  Sesudah kenyang tiap kembali ketempatnya lagi dan kelompok yg berikut mendapat giliran. (14)

Kalau perlu sesudah misa orang menyanyikan lagi beberapa lagu guna memberikan kesempatan kepada setiap orang mendapat makan enak . Br.Angelus juga masih sempat  menyediakan sedikit “ barang-barang seludupan “ yg bisa diisi di dalam kantung jubah , dengan pengharapan orang tidak akan digeledah . Dengan wajah berseri  kami kembali lagi menghadapi minggu baru yg sulit  , tetapi penghargaan akan hari Minggu berikutnya meringankan penderitaan . Sampai…. (15)


Ada deorang penghianat , seorang Katolik yg bekerja sama dengan orang Jepang . Dari sekolah bruder  dia bisa  melihat ke sakaristi , yg dari sana ada sebuah serambi terbuka menuju rumah suster .  Mungkin orang-orang yg makan di sana terlalu jauh mengeluarkan kepala , berdiri  makan diluar , sehingga dengan gampang bisa dilihat . Bagaimanapun sesudah minggu kelima tidak boleh lagi pergi ke gereja  dan mereka harus tinggal di penjara  . Kemudian orang mendengar hal itu dan tahulah bahwa mereka sebenarnya telah dikhianati oleh teman sendiri. (16)

Perlahan –lahan keadaan kesehatan menjadi mundur , baik jasmani maupun rohani . Suatu kelompok besar menghabiskan waktu sepanjang hari dengan sibuk membicarakan soal makanan dan mencatat semua resep yg mungkin tentang apa yg kemudian ingin dimakan .  Ada lain yg sepanjang hari tidur saja di atas tikar dan tidak mau menyibukkan diri dengan apapun saja. Orang-orang Eropa , yg ditengah-tengah mereka hidup juga kaum rohaniwan  , menyaksikan cara hidup kami , mengaguminya , namun tidak mengerti bagaimana hal itu mungkin di dalam keadaan sedemikian itu , bahwa kegembiraan yg lestari sebagai tanda ketenteraman batin selalu  menyertai mereka  . Suatu pengaruh yg kuat memancar dari bruder-bruder itu , yg bekerja seperti besi berani  , sebab banyak orang datang kepada mereka  , meminta dukungan dan penghiburan dan syukurlah  , seringkali mereka kembali dengan besar hati dan bersemangat lagi . Mereka sendiri mulai berdoa juga (17).

Dalam bulan April 1944 kami mengalami kematian yg pertama di antara orang-orang senasib  , di antaranya pastor Mars . Sejak saat itu peristiwa kematian menjadi gejala biasa untuk para penghuni kamp. Hidup di dalam penjara ini seyogjanya tidak berlangsung lama . Akhir Mei 1944 orang-orang yg diinternir dipindahkan ke Muntok  , tempat mereka digabungkan dengan orang-orang dari Palembang. Di antara mereka terdapat pula Monsinyur  Mekkelholt  bersama iman-imannya  dan frater-frater dari Utrecht  . Mereka  sangat terkejut ketika melihat kami datang . Memang orang-orang dari Palembang mengalami keadaan yg agak lebih baik . Segerlah ternyata bagi orang-orang Pangkal Pinang mengapa demikian jadinya (18).

Pimpinan kamp ini seluruhnya berada di tangan sendiri  . Juga dapat diurus oleh orang sendiri  dan ada koki-koki yg baik yg bisa membuat sesuatu yg baik dari yg tidak apa-apa . Di sini orang mendapat jatah penuh  , tidak cukup besar , tetapi toh merupakan suatu kemajuan . Dan memang di dapur juga kelompok kami berhasil . Tetapi ada satu kelompok yg melangkah terlalu jauh . Kamp itu mempunyai satu bagian orang sakit dengan berbagai dokter  dan masih mempunyai obat-obatan . Segeralah beberapa orang dari Pangkal-Pinang harus dibawa ke bangsal orang sakit . Bruder-bruder menawarkan diri membantu dalam perawatan di bagian orang sakit itu ., atau di dalam barak-barak. Malahan kami  merasa gembira bahwa disinipun kami dapat mengamalkan cinta kasih dan mengikuti jejak Bapa Glorieux supaya selalu siap sedia menolong sesama  yg menderita . Mereka menjalankan pekerjaan itu dengan entusiasme yg begitu besar sehingga dilihat secara manusiawi tampaknya mereka tidak takut bahaya . Tidak memperhatikan kelemahan jasmani mereka , tetapi hanya memperhatikan bagaimana caranya meringankan penderitaan orang lain.  (19)

Dengan demikian lebih daripada satu kali terjadi bahwa mereka sendiri jatuh sakit dan akhirnya pergi menghadap Tuhan kita memperoleh ganjaran atas usaha usaha mereka yg mulia itu . Makin banyak orang yg menderita sakit disentri dan busung lapar dan malaria juga tidak mau ketinggalan datang menyerang  .(20)

Muntok menjadi suatu tempat yg penderitaan yg mengerikan , sekalipun hal ini tidak tampak pada permulaan . Di Muntok sendiri telah meninggal 259 orang selama periode Oktober 1943 sampai April 1945 . Di antaranya 22 orang pastor dan bruder  . Bruder kita yg pertama meninggal adalah Br.Richardus Baars , yg tiba di Indonesia pada 27 Juni 1930 . (21)

Perpisahan dengan ibunya merupakan suatu peristiwa yg berat , sebab ibu itu sudah sakit-sakitan dan usia lanjut dan mungkin hanya bisa hidup beberapa tahun lagi . Ayahnya masih sehat . Tetapi beberapa tahun kemudian dia meninggal sehingga ibu itu pada usia tuanya mesti menerima berita duka yg berat tentang kematian puteranya . (22)

Br.Richardus ditempatkan sebagai guru di sekolah Bogor . Murid-murid tidak menemukan seorang guru yg gampang pada diri bruder ini . Dia memang keras tetapi jujur luar biasa . Juga bagi dirinya sendiri. Sesudah Bogor datang ke Jakarta untuk HIS dan dalam tahun1939 ke Pangkal Pinang untuk menjadi pemimpin dan kepala MULO di sana . Di dalam penjara  waktu setengah tahun berat badannya turun tiga puluh kilo , suatu hal yg sangat melemahkan kekuatan jasmaninya . Lalu datanglah penyakit disentri yg ditakuti itu . Dalam keadaan demikian dia harus pindah ke Muntok . Di sana dia langsung dimasukkan kebagian orang sakit . Tetapi karena kekurangan makanan yg baik dan obat-obatan keadaanya cepat sekali mundur . Pada 20 Juli 1944 dia menerima Sakramen Orang Sakit dan malam harinya keadaannya menjadi gawat . Pada hari berikutnya dengan tenang ia menyerahkan hidupnya . Mgr.Bouma mempersembahkan Misa Requiem dan sesudah itu dia dimakamkan di pemakamam kamp.  (23)

Pada 7 Agustus meninggal pastor van Gorp. (24)

Br.Josephus  Smulders lahir di Tilburg 5 Januari 1913 merupakan bruder kedua yg jatuh menjadi korban interniran.  Pada 4 Agustus dia berangkat ke Pangkal Pinang . Perpisahan terasa berat , sebab perang sudah mendekat dan saudaranya harus masuk dinas militer . Kata-kata ibunya “ Mari Sjef , jangan memandang kami lebih penting daripada Allah yg baik itu “, memberikan dorongan untuk berangkat . Di Pangkal Pinang dia mendapat tugas untuk kelas pendahuluan dan kelas 2 , untuk memberikan anak-anak pengertian pertama Bahasa Belanda , sementara dia sendiri belum tahusatu katapun bahasa Melayu . Dengan kemauan membaja dia berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan pertama (25).

Sesudah tahun pertama dia pindah ke Sungailiat dan di sana dialah salah satu bruder yg harus naik menara pengamat di dalam hutan untuk melihat kalau kalau ada musuh yg datang .  Dengan interniran mulailah penderitaan dan sakit baginya . Di dalam penjara dia masih dapat bertahan cukup lama , tetapi di Muntok dia terserang busung lapar . Segeralah dia tidak berdaya dan terpaksa masuk bagian orang sakit . Br. Everdinus membantunya sebisa mungkin. Air semakin banyak terkumpul di dalam badannya , yg membuatnya sangat menderita . Sikap tidur dan tidak bisa bergerak mengakibatkan luka besar di punggung . Tetapi Jozef tidak pernah mengeluh . Dia bahkan masih terus memperhatikan orang-orang sakit  lain di sekelilingnya  : “Everd tolonglah mereka dahulu  , mereka lebih perlu daripda saya .” (26)
Keadaan memburuk dan dia memerlukan pertolongan siang dan malam . Penjagaan malam hari dilakukan oleh Br.Hermenigild . Untuk membalut luka di punggung tidak ada sesuatu lain daripada beberapa helai putis tentara yg dibalutkan sekeliling badannya . Pasien-paien lainnya sangat mengagumi kemauannya yg kuat  Bruder itu serta kerelaan berkorban para pembantunya. (27)

Pasien itu mengalami suatu perubahan , badannya mengering dan ini berarti akhir riwayatnya . Dia menjadi kurus kering , tetapi semangatnya tetap segar sampai titik akhir . Penuh penyerahan dia menerima Sakramen Orang Sakit . Pada 6 Oktober dia menyerahkan kembali jiwanya kepada Tuhan. (28)


Br. Matheus dari misi Palembang meninggal pada 14 Oktober  dan pastor  Van Iersel  juga dari Palembang mninggal pada 22 Oktober  (29)

Br.Sabinus L.de Graaf , lahir di Veghel 27 September 1908 . Sesudah berhasil memperoleh ijazah guru , dia ditempatkan pada sekolah di Dongen . Di sini dapatlah dia mulai memenuhi  hasrat hatinya  : studi music dan biola . Dia berhasil dalam hal ini . Menjadilah suatu delima baginya. (30)

Waktu sakit dia masih mengatakan juga : “ Seandainya saya harus mulai lagi , maka saya akan membuat yg lain , sebab bertahun-tahun lamanya saya memandang music sebagai hal nomor satu di dalam hidup saya .” (31)

Apa yg mungkin kurang selama bertahun –tahun di dalam kehidupan rohaninya , berhasil dikejarnya selama masa interniran . Dia sekarang hidup untuk sesame manusia yg menderita . Bakat-bakat musiknya dimanfaatkannya untuk menghibur orang dengan memberi pelajaran dan gubahan – gubahan yg dibuatnya . (32)

Orang-orang bernyanyi di dalam kamp. Orang melupakan sebentar penderitaan mereka . Dia telah menemukan kembali ketenangan jiwa . Lama dia tetap dalam keadaan sehat , sampai pada saat muncul gejala-gejala pertama busung lapar . Sesak napas , serangan-serangan demam , luka-luka yg dalam , ditambah lagi dengan disentri . Sama sekali bergantung pada perawat untuk bisa menggerakkan satu tangan atau kaki . Namun Sabinus tetap gembira . Dia minta diterimakan Sakramen Orang Sakit , sebab ssesak napas bisa menyebabkan orang mati mendadak . Sesudah menerima Sakramen Orang Sakit keadaannya baik . Dia sudah siap . Dia lebih suka berbicara mengenai hal-hal  yg “diatas”. (33)

Pada 24 Oktober  berangkatlah dia menghadap Tuhan untuk dapat  menikmati music surgawi . Dalam waktu satu bulan meninggal lagi tiga orang misionaris : Pastor  van Eyck , 30 Oktober 1944 ; Pastor Kappers , 7 November 1944 ; keduanya dari Palembang dan dari misi Bangka Pastor Nieuwe Wene , 22 November 1944. (34)

Br.Laurentius L.W.J, lahir di Gemert 9 Juli 1898 . Dia tiba di misi dalam tahun 1928 . Seorang yg penuh kebaikan untuk orang lain. Di mana saja dia ditempatkan , di sana dia memangku semua jabatan yg mungkin . Keadaan kesehatannya memang tidak pernah amat baik , dia seringkali menjadi tamu sebuah rumah sakit . Hal ini barang tentu juga keadaan rohaninya . Di dalam interniran juga lama dia tidak dalam keadaan yg baik , maka tidaklah mengherankan bahwa di dalam penjara keadaannya cepat mundur , baik jasmani maupun rohani . Banyak kali kami harus menyelamatkan dia dari pagar kawat berduri , karena dia berusaha memanjat hendak melarikan diri . Untuk ini dia mendapat hukuman kurungan , suatu hal yg menguntungkanbagi keadaan rohaninya . Perpindahan juga tidak merupakan perbaikan baginya . Meskipun menderita segala macam luka , dia tetap berjalan kian ke mari selama  mungkin . Pada akhirnya , kehabisan tenaga mendekat , sehingga dia harus masuk bagian orang sakit . Siang dan malam bruder-bruder harus mendampingi dia . Dia merasa gembira ketika diberitahu bahwa dia harus menerima Sakramen Orang Sakit  . Tiga hari sebelum pesta Pendiri kita dia menyerahkan rohnya , yg pasti diterima dengan sukacita oleh Bapa Glorieux , sebagai putera yg banyak menderita , tidak selamanya dimengerti orang , tetapi tetap setia kepada semangat keprihatinan penuh kasih kepada sesame . Br.Laurentius merupakan orang ke enam yg meninggal pada hari itu , 22 November. (35)

Pada 27 November meninggallah pastor van Oort dari misi Palembang  . Jumlah orang yg meninggal bertambah dengan pesat . Orang-orang yg masuk bagian orang sakit , praktis mengetahui dengan pasti bahwa mereka sudah hampir masuk kamar mayat . (36)

Orang begitu sering dikonfrontasikan dengan kematian sehingga rasanya tidak banyak lagi yg perlu dilakukan . Kedengarannya aneh , tetapi lama kelamaan orang merasa gembira bahwa orang-orang itu harus pergi dan akhirnya bebas dari penderitaan mereka , yg tidak dapat diringankan , yg harus dihadapi dalam keadaan tak berdaya.  Seorang dokter berkata dalam keadaan tak berdaya  :” Orang tidak perlu memanggil , sebab saya tidak bisa berbuat apa-apa , obat-obatan sudah habis . Saya hanya mempunyai pengetahuan , tetapi selebihnya  hanya badan tanpa tangan”. Namun demikian dalam ketidak berdayaannya itu dia selalu bersedia menolong . Satu-satunya yg bisa dilakukan , ialah bersikap sebaik mungkin terhadap orang-orang sakit , menyemangati dan menghibur mereka dengan menunjukkan mereka kepada kehidupan di akhirat , tempat Allah Bapa sekalian orang menantikan mereka. (37)

Br.Ludwinus M.de Vreede , lahir di Stompwijk 4 Desember 1888 , misionaris kita yg paling tua dan pionir jam pertama . Seorang pekerja keras yg sampai beberapa hari sebelum meninggalnya belum mau juga berhenti bekerja . Dengan tertawa dan suatu gambar sketsa dapatlah ia memikat setiap orang .(38)

Masanya yg paling indah dialaminya di rumah orang jompo . Dia merupakan titik pusat semua misionaris di Bangka , tiada seorangpun mau kehilangan jam-jam yg menyenangkan bersama dia .  Juga dengan orang-orang tua dia tahu bagaimana menggembirakan mereka , bahasa tidak menjadi persoalan baginya . Kebaikannya menarik banyak orang sampai dipermandikan . Sungguh sangat menyakitkan hatinya tatkala dia harus meninggalkan orang-orang tua itu karena interniran .  Tetapi juga di dalam lingkungan yg baru ini segeralah dia menyadari bahwa di sinipun banyak hal yg baik dapat dilakukan . Di sini beberapa kata diselingi tertawa , disana percakapan sebentar , suatu nasehat yg baik dan orang-orang inipun merasa senang karenanya . Barak-barak baginya menjadi  medan perawatan orang sakit baginya . Bila dia melangkah masuk orang-orang sakit sudah mulai senang . Seluruh waktunya untuk mereka. (39)


Dengan cukup mendadak ia juga terserang penyakit yg menakutkan itu dengan dahsyatnya  . Tidak akan lama berlangsung . Pernapasan menjadi semakin sulit . Bruder-bruder selalu mendampingi dia. Pagi-pagi waktu Misa Kudus dia menyerahkan jiwanya yg bagus itu kembali kepada Penciptanya . Hari itu 2 Desember 1944. (40)

Dalam bulan yg sama pula meninggal dai Palembang lagi : Pastor  Hoffstadt , Br.Wilfridus , dan Pastor Hoffman . Dari misi Bangka menyusul lagi : Pastor van Gelder dan Br. Pachomius. (41)

Br.Hermingild B.J. Jaspers dilahirkan di Goude 15 Maret 1908.  Dia berangkat ke misi pada 10 Juni 1929 (42)

Ketika dia masuk novisiat dia bercita-cita hendak menjadi perawat orang sakit , agar dapat menolong orang-orang yg menderita . Tetapi dia mendapat tugas menjadi guru . Di sinipun dia cocok . Berceritera dan bermain sulap merupakan kegemarannya . Untuk semua pesta yg mungkin Br.Hermes selalu tampil. (43).

Dia membuat semuanya itu dengan senang hati sebab dengan itu dia bisa menggembirakan orang . Untuk dapat mencapai cita-citanya menjadi perawat itu , dia harus mengalami kehidupan di dalam kamp. Semangatnya yg besar cepat mendapat rintangan di sini , oleh karena ketidakberdayaan untuk bisa berbuat baik . Dia menderita banyak sebab melihat orang lain menderita dan tidak bisa berbuat apa-apa. Maka dia mencari kesibukan di bidang lain saja , dia mengarang lagu-lagu yg semua orang senang menyanyikannya . Pada kesempatan pesta perak Br.Ludwinus  dia membuat acara yg bagus sekali . Dia kembali seperti dulu . Ketika kami tiba di Mentok dia menyerahkan diri sebagai perawat . Di sini dia memberikan segala tenaganya . Pengabdiannya demikian besar , sehingga dia sama sekali melupakan dirinya . Dan dia sendiri juga terserang . Dia sendiri harus  berbaring dan tidak bisa bangun lagi. Penderitaan yg berat selama minggu-minggu  terakhir hanya untuk membuat mahkota surgawinya lebih indah lagi . Pada 2 Januari 1945 dia meninggal dunia (44)

Dalam bulan Februari meninggallah pator van de Knaap , 10 Februari 1945 , dari Bangka dan dari Palembang pastor Cobben  12 Februari 1945 , pastor Gebbing 17 Februari 1945 , dan pastor Mikkers 22 Februari 1945. (45)

Dalam bulan itu kita kehilangan : Br.Simplicius A.M v.d Heyden , yg lahir di Olland pada 11 Nopember 1915 . Dia berangkat ke misi pada 1 Juni 1936 . Orangnya penuh semangat , sulit bisa duduk diam (46)

Sifatnya halus sekali , tetapi bisa juga menjadi panas kalau harus membela sesuatu yg dipandangnya benar dan harus dipertahankan. Dia mempunyai bakat untuk bergaul dengan kaum muda. Kelasnya dan kegiatannya di dalam perkumpulan kaum muda sangat tertib . Karena sakit lambung yg sering dikeluhkannya dia termasuk yg lemah kesehatannya . Waktu interniran dia mendapat perhatian istimewa dari pemimpinnya , yg setiap kali bila mungkin menyembunyikan  sesuatu ekstra baginya (47)

Akibat –akibat kurang makan segera kelihatan . Dia mulai batuk-batuk kering tetapi karena dia tidak pernah mengeluh , orang mengira itu hanya sementara saja . Sampai pada suatu hari ketika berjalanmasuk barak dia jatuh ke lantai . Orang membawa dia dan membaringkannya di atas tikarnya dan dengan tiba-tiba saja dia menangis meraung-raung kesakitan . Dia kehabisan tenaga . Dokter menduga tuberkolose dalam stadium yg sudah jauh . Maka dia harus diisolasikan dan dibaringkan dengan sama saudaranya ,Br.Olav yg menderita yg sama. (48)

Keduanya saling meneguhkan dan menghibur dalam derita . Dokter mengusahakan jatah ekstra , tetapi tidak dapat berlangsung lama . TBC menjalar terus sampai ke perut . Oleh karena kamp harus dipindahkan lagi maka bruder-bruder terpaksa berpisah dengan sama saudara mereka , sebab orang-orang sakit baru akan menyusul kemudian . Waktu perpisahan dia hampir tidak sadar lagi . Pada hari yg sama juga dia meninggal dunia didampingi oleh Br.Parchasius yg boleh tinggal sebagai perawat dan Br.Olav yg harus menunggu pengangkutan orang sakit (49)

Dialah orang kita terakhir yg gugur pada 26 Februari 1945 (50)



Tahap ketiga kehidupan kamp kita

Semua orang sudah siap lagi dengan koper-koper kecil untuk memulai perjalanan yg baru . Banyak hal yg istimewa  tidak ada lagi . Dengan truk –truk para penghuni kamp diangkut ke dermaga tempat sebuah motorboat kecil sudah berlabuh untuk membawa mereka ke kapal besar . Semua orang naik ke kapal itu dalam keadaan lemah sekali . Setelah tiba di geladak kapal , orang Jepang menunjukkan sebuah ruangan di bawah. Melalui tangga besi orang harus berusaha turun keruangan itu . Koper kecil itu dijatuhkan saja ke bawah , sebab orang memerlukan kedua belah tangan untuk turun , sementara kaki terus bergetar . Lantai ruangan itu penuh dengan kepingan arang dan di salah satu sudut terdapat beberapa gulungan tikar . Orang boleh mengambil satu tikar itu dan membentangkannya di lantai lalu berbaring , untuk sekedar menghilangkan rasa takut. (51) 

Orang mengira ruangan itu sudah lama penuh , tetapi masih terus saja ada orang yg turun . Jadi terpaksa menarik kaki sampai akhirnya lutut berada di bawah dagu dan tangan melekat di badan. (52)

Sekarang tinggal menunggu berangkat . Melalui jendela orang dapat melihat bahwa langit semakin gelap, lalu jendela –jendela ditutup . Orang duduk dalam keadaan gelap sama sekali sementara terdengar hujan turun di geladak . Kapal itu tetap berlabuh sampai besok paginya . (53)

Suatu malam yg mengerikan . Ketika sudah siang kapal itu mulai bergerak dan mengambil haluan ke Musi . Sudah sore sekali kapal itu bersandar di pelabuhan Palembang  , lalu orang berbaris menuju kereta api . Sekali lagi semua orang dihitung . Untuk itu diperlukan waktu kira-kira satu jam . Lalu naik kereta api . Bangku-bangku kayu , jendela-jendela ditutup , perut keroncongan . Sepanjang malam itu kereta api tinggal berdiri diam di luar stasiun . Lagi-lagi malam yg mengerikan dan tidak bisa tidur. (54)

Pagi hari berikutnya kereta-api itu berangkat dan pada pukul 8 malam tiba di Lubuklinggau . Lagi satu malam  tinggal di dalam kereta-api . Pagi-pagi semua orang yg sudah kehabisan tenaga itu dinaikkan di truk-truk dan dibawa ke kamp yg baru , jauh di dalam perkebunan karet “Belalau”. Barak-barak kuli yg sudah lama dan tidak dipakai lagi sekarang menjadi tempat tinggal baru  bagi para tawanan . Seluruh tempat itu dikelilingi dengan pagar kawat berduri dan dijaga di luar oleh heiho-heiho . (55)
  

Di dalam kamp ini keadaan tidak lebih baik untuk orang-orang sakit . Segala macam penderita sakit sekarang berbaring di dalam sebuah bangsal panjang di atas sebuah balai-balai bambu , suatu tempat bagus untuk kutu busuk . Jumlah orang sakit masih terus bertambah dan orang Jepang merasa perlu mengisolasikan para penderita disentri  di dalam sebuah barak terpisah . Di dalam barak ini kalau hujan  lebat perawat harus berjalan di dalam air setinggi lutut untuk dapat menolong para pasien . (56)

Karena sekarang orang tinggal di suatu perkebunan , maka ada tanah cukup di sekitar  , dan setiap orang yg masih bisa pergi membuat kebun kecil untuk dapat memperoleh sedikit sayur ekstra.  Br.Justinianus  berjasa banyak di sini sesame saudaranya . Juga di sini orang mendapat kesempatan mengadakan hubungan dengan heiho-heiho , yg ingin juga mendapat sesuatu ekstra . Kalau heiho-heiho itu sudah disuap , maka para penghuni kamp di perkebunan itu pergi ke kampong-kampung sekitar perkebunan untuk membeli makanan dengan cara menukarnya dengan celana atau jas atau kemeja  , juga jubah kami . Dengan cara ini orang bisa memperoleh sesuatu ekstra dalam keadaan yg amat sulit itu untuk sedikit membantu supaya masih bisa bertahan . (57)

Umtuk mandi kami disuruh pergi ke sebuah kali yg mengalir di tengah-tengah kamp itu dan tuk W.C , disediakan suatu lubang yg panjang . Waktu berjalan lalu lambat sekali . Masih 96 kali orang diingatkan kepada kematian dalam periode 7 bulan .(58)

Pada 19 April 1945 meninggallah Apostolik Prefek kami yg tercinta , Mgr. Vitus Bouma . Beliau selalu menjadi  contoh gemilang penyerahan diri dan berkorban untuk kami , tidak pernah mau menonjolkan diri tetapi selalu mau sama seperti kami semua . Namun  pastilah beliau sangat menderita , melihat begitu menyedihkan . Lagi tiga Pastor dari Misi Bangka yg meninggal dunia  : Pastor Mul 21 April 1945 ; Pastor Nijssen 6 Juni 1945, dan satu minggu kemudian Pastor Bakker pada 14 Juni 1945 . Misi telah mempersembahkan korbannya . (59)

Akhir masa penderitaan itu datang dengan begitu tiba-tiba . Pada 22 Agustus datanglah di Balalau seorang perwira Jepang dengan 20 orang anak buah , bersenjatakan 4 pucuk mitrayur yg dipasang  keliling kamp itu .  Heiho-heiho harus pergi bercuti . Malam harinya diumumkan penambahan jatah makanan . Aneh sekali , untuk apa? .(60)
 

bersambung......