Sepanjang pinggir ruangan itu terdapat balai-balai papan
untuk tidur , tetapi ternyata memang hanya itulah perabot di dalam ruangan itu . Pintu ditutup kembali . Orang berusaha
menerima keadaan itu dengan sebaik-baiknya . Kira-kira sejam kemudian masuklah
satu rombongan lagi , ternyata itu sama saudara kita Br.Hermenigild , Br.
Josephus , Br.Symphronius dan Br.Simplicianus , bersama pastor-pastor dari Sungailiat , Muntok dan Belinyu . Dengan rasa humor yg pahit orang mulai
bernyanyi : “Er kan nog meer bij “ ( Masih bisa tumbuh lagi ) .(4)
Ruangan kecil itu sekarang penuh sesak , semuanya sudah 80
orang . Akan terus demikian? Kami semua
duduk di atas pangkuan , yg lain di balik terkunci . Pada sore harinya tampak
sudah ada penyelesaian . Kaum rohaniwan
yg berjumlah 26 orang , dapat pindah ke ruangan kecil di sebelah , 3 kali 5
meter , ruang sakit orang-orang hukuman
. Memang patutlah disampaikan
penghargaan mengenai caranya pemerintah Hindia Belanda menampung
orang-orang hukumannya . Orang mengalaminya sendiri sekarang . Kami mendapat
beberapa potong balok dan papan untuk membuat balai-balai , dan siapa yg tidak dapat membuat itu
membentangkan tikarnya dibawah balai-balai di atas lantai . Selanjutnya ada
sebuah kamar mandi dan sebuah w.c . Di
depan ruangan itu masih terdapat sebidang
lapangan rumput dikelilingi pagar kawat berduri untuk memisahkan nya
dengan orang-orang hukuman biasa .
Pintu-pintu sekarang tinggal terbuka , sehingga kami dapat menghirup sedikit
udara segar. (5)
Sesudah 14 hari datanglah lagi sebuah transport ,
orang-oarang Eropa , penduduk Belitung sudah dikumpulkan , diantaranya juga pastor-pastor dari Belitung . Mereka ini langsung
digabungkan dengan pastor-pastor yang lain . Syukurlah hal ini tidak
berlangsung lama . Seluruh keadaan di
organisasikan kembali . Orang-orang yg di internis ditempatkan di dalam bagian
lain penjara itu yg terdiri atas dua baris bangsal masing-masing berukuran 10
kali 5 meter . Pada kedua sisi yg panjang terdapat balai-balai yg panjang .
Tiap orang mendapat tempat 70 sentimeter . Kamar mandi terdiri dari satu baris douche dan w.c
adalah sebuah got panjang tempat kita bisa duduk berdampingan . Pada mulanya douche-douche itu mengalir berlimpah-limpah , tetapi segeralah ditetapkan bahwa air hanya
dialirkan pada jam tertentu , karena
harus diperhatikan baik-baik supaya bisa mandi . Tetapi inipun menurut kepala penjara masih terlalu mewah . Douche-douche itu dimatikan dan sekarang
tinggal hanya satu kran lagi . Maka tidak ada kemungkinan lain daripada
berbaris dengan badan telanjang menunggu
giliran untuk mandi . Dan kalau giliran tiba harus cepat-cepat berdiri dibawah
kran itu membasahkan badan lalu masuk barisan lagi untuk bersabun . Lalu masuk lagi untuk membersihkan badan.
Tetapi itupun harus cepat-cepat dilakukan sebab ada resiko kran sudah ditutup sebelum kita selesai .
Masih terlalu mewah . Sabun makin berkurang dan akhirnya mandi tanpa sabun .
(8)
JUga mencuci pakaian menjadi suatu masalah berat
. Satu – satunya pemecahan , sesedikit
mungkin memakai pakaian . Satu celana pendek saja sudah cukup . Kepala penjara
bisa tertawa senang bila berjalan lewat di tempat kami . Kutu busuk yg tidak
terbilang banyaknya
dan tidak bisa
dihilangkan merupakan saksi-saksi hidup dan pengangum kehidupan interniran kami
.
Binatang-binatang kecil ini begitu
erat melekat pada manusia manusia yg terkurung ini . Membersihkannya dengan
cara apapun tidak menolong . Keadaannya menjadi lebih hebat
lagi ketika orang tidak bisa lagi mengadakan
pembersihan sungguh-sungguh karena kekuatan jasmani melemah
.(9)
Masalah lain yg terus menghantu : bagaimana bisa tahan melewatkan waktu ? Di
dalam kamp itu hanya ada beberapa buku bacaan yg berpindah pindah dari tangan
ke tangan . Kartu-kartu bermain ada beberapa stel sehingga ramai juga orang bermain bridge .
Buku-buku study tidak ada. Namun demikian banyak juga yg dipelajari , sebab
beberapa orang menyediakan diri membagi pengetahuan mereka dengan orang lain.
Untuk kertas dapat diambil dari arsip tua pengadilan yg disimpan di dalam
sebuah kamar dan di dalam arsip-arsip itu ada banyak halaman yg kosong . (10)
Maka Monsinyur memberikan pelajaran Bahasa Latin kepada
bruder-bruder . Pastor Neijsen mengajar Bahasa Cina dan residen mengajar Bahasa Melayu . Selanjutnya banyak
juga yg bermain catur . Br.Getulius berhasil
menjadi juara , dan mendapat hadiah untuk itu satu set permainan catur ,
yg dibuat oleh seorang penghuni kamp.
Dia berhasil selesai pada waktunya membuat alat permainan itu , sebab
semua benda yg bisa dipakai untuk memotong harus dikumpulkan . (11)
Kepala penjara itu melihat bahwa orang-orang menyibukan diri
dengan pekerjaan ukir-mengukir . Orang terutama
harus mati secara rohani . Kematian jasmani akan datang dengan
sendirinya . Jatah harian menjadi sangat
kurang . Pagi-pagi 50 gram bubur yg
terdiri atas air dan beberapa sendok
nasi. Tengah hari 100 gram nasi dengan
satu sendok kacang kedelai yg kebanyakan kali tidak masak . Pada mulanya tiap
hari Minggu ditambah dengan sepotong daging dan dalam minggu satu potong ikan
asin . Malam hari juga 100 gram nasi , tetapi porsi-porsi itupun makin hari
makin kurang . Tidak mengherankan bahwa kesehatan banyak penghuni kamp
terus mundur . Perut orang menghilang
dan tiap-tiap orang menjadi makin langsing
dan sesudah 1 ½ tahun semua orang sudah kehilangan berat badan dibawah timbangan minimum (12)
Pada mulanya bruder-bruder dan pastor-pastor masih mengalami
beberapa minggu yg baik . Mereka mendapat izin tiap hari Minggu pergi ke gereja
di dalam kota , Pagi-pagi pukul setengah delapan mereka sudah berbaris di luar
, di muka , di belakang dan di samping
ada agen-agen polisi bersenjata . Kami semua mendapat peringatan : “Siapa lari , mendapat peluru “. (13)
Berdua-dua , dalam barisan yg rapi kami berjalan ke
gereja , kira-kira setengah jam berjalan
. Orang-orang sepanjang jalan menggeleng-gelengkan kepala dan di sana sini
terdengar suara :” Betapa kurus mereka kelihatan “. Tetapi untuk kerohanian ini
memang suatu kelegaan , kita bisa melihat orang lain dan lingkungan lama yg
sudah di kenal . Sepanjang hidup tidak pernah merasa begitu senang ke gereja
seperti pada saat ini . Mereka berjalan melewati sekolah dan rumah yg kini
diduduki oleh orang Jepang . Di dalam gereja kami menyanyikan Misa Kudus ,
sebab tidak boleh terlalu lama kami berada di luar . Sesudah misa kami bertemu
lagi dengan Br. Angelus dan orang-orang Katolik , yg sebenarnya sudah tidak
berhubungan lagi . Polisi kelihatan tidak terlalu keras . Kembali di penjara
pengalaman pagi hari itu menjadi bahan
pembicaraan selama beberapa jam pertama . Dengan penuh kerinduan kami
menantikan datangnya hari Minggu yg berikut . Dan memang merupakan hari-hari pesta
bagi kelompok kami . Br.Angelus mengusulkan supaya kami bernyanyi dipanti imam , itu lebih bagus . Ketika misa
mulai pintu sakristi terbuka sedikit dan
beberapa orang penyanyi dipanggil masuk . Di sana setiap orang mendapat satu
piring penuh dengan makanan , bahkan dengan sepotong daging ayam pula. Sesudah kenyang tiap kembali ketempatnya lagi
dan kelompok yg berikut mendapat giliran. (14)
Kalau perlu sesudah misa orang menyanyikan lagi beberapa
lagu guna memberikan kesempatan kepada setiap orang mendapat makan enak .
Br.Angelus juga masih sempat menyediakan
sedikit “ barang-barang seludupan “ yg bisa diisi di dalam kantung jubah ,
dengan pengharapan orang tidak akan digeledah . Dengan wajah berseri kami kembali lagi menghadapi minggu baru yg
sulit , tetapi penghargaan akan hari
Minggu berikutnya meringankan penderitaan . Sampai…. (15)
Ada deorang penghianat , seorang Katolik yg bekerja sama
dengan orang Jepang . Dari sekolah bruder
dia bisa melihat ke sakaristi ,
yg dari sana ada sebuah serambi terbuka menuju rumah suster . Mungkin orang-orang yg makan di sana terlalu
jauh mengeluarkan kepala , berdiri makan
diluar , sehingga dengan gampang bisa dilihat . Bagaimanapun sesudah minggu
kelima tidak boleh lagi pergi ke gereja
dan mereka harus tinggal di penjara
. Kemudian orang mendengar hal itu dan tahulah bahwa mereka sebenarnya
telah dikhianati oleh teman sendiri. (16)
Perlahan –lahan keadaan kesehatan menjadi mundur , baik
jasmani maupun rohani . Suatu kelompok besar menghabiskan waktu sepanjang hari
dengan sibuk membicarakan soal makanan dan mencatat semua resep yg mungkin
tentang apa yg kemudian ingin dimakan .
Ada lain yg sepanjang hari tidur saja di atas tikar dan tidak mau
menyibukkan diri dengan apapun saja. Orang-orang Eropa , yg ditengah-tengah
mereka hidup juga kaum rohaniwan ,
menyaksikan cara hidup kami , mengaguminya , namun tidak mengerti bagaimana hal
itu mungkin di dalam keadaan sedemikian itu , bahwa kegembiraan yg lestari
sebagai tanda ketenteraman batin selalu
menyertai mereka . Suatu pengaruh
yg kuat memancar dari bruder-bruder itu , yg bekerja seperti besi berani , sebab banyak orang datang kepada
mereka , meminta dukungan dan penghiburan
dan syukurlah , seringkali mereka
kembali dengan besar hati dan bersemangat lagi . Mereka sendiri mulai berdoa
juga (17).
Dalam bulan April 1944 kami mengalami kematian yg pertama di
antara orang-orang senasib , di
antaranya pastor Mars . Sejak saat itu peristiwa kematian menjadi gejala biasa
untuk para penghuni kamp. Hidup di dalam penjara ini seyogjanya tidak
berlangsung lama . Akhir Mei 1944 orang-orang yg diinternir dipindahkan ke
Muntok , tempat mereka digabungkan
dengan orang-orang dari Palembang. Di antara mereka terdapat pula Monsinyur Mekkelholt
bersama iman-imannya dan
frater-frater dari Utrecht . Mereka sangat terkejut ketika melihat kami datang .
Memang orang-orang dari Palembang mengalami keadaan yg agak lebih baik .
Segerlah ternyata bagi orang-orang Pangkal Pinang mengapa demikian jadinya
(18).
Pimpinan kamp ini seluruhnya berada di tangan sendiri . Juga dapat diurus oleh orang sendiri dan ada koki-koki yg baik yg bisa membuat
sesuatu yg baik dari yg tidak apa-apa . Di sini orang mendapat jatah penuh , tidak cukup besar , tetapi toh merupakan
suatu kemajuan . Dan memang di dapur juga kelompok kami berhasil . Tetapi ada
satu kelompok yg melangkah terlalu jauh . Kamp itu mempunyai satu bagian orang
sakit dengan berbagai dokter dan masih
mempunyai obat-obatan . Segeralah beberapa orang dari Pangkal-Pinang harus
dibawa ke bangsal orang sakit . Bruder-bruder menawarkan diri membantu dalam
perawatan di bagian orang sakit itu ., atau di dalam barak-barak. Malahan
kami merasa gembira bahwa disinipun kami
dapat mengamalkan cinta kasih dan mengikuti jejak Bapa Glorieux supaya selalu
siap sedia menolong sesama yg menderita
. Mereka menjalankan pekerjaan itu dengan entusiasme yg begitu besar sehingga
dilihat secara manusiawi tampaknya mereka tidak takut bahaya . Tidak
memperhatikan kelemahan jasmani mereka , tetapi hanya memperhatikan bagaimana
caranya meringankan penderitaan orang lain.
(19)
Dengan demikian lebih daripada satu kali terjadi bahwa
mereka sendiri jatuh sakit dan akhirnya pergi menghadap Tuhan kita memperoleh
ganjaran atas usaha usaha mereka yg mulia itu . Makin banyak orang yg menderita
sakit disentri dan busung lapar dan malaria juga tidak mau ketinggalan datang
menyerang .(20)
Muntok menjadi suatu tempat yg penderitaan yg mengerikan ,
sekalipun hal ini tidak tampak pada permulaan . Di Muntok sendiri telah
meninggal 259 orang selama periode Oktober 1943 sampai April 1945 . Di
antaranya 22 orang pastor dan bruder .
Bruder kita yg pertama meninggal adalah Br.Richardus Baars , yg tiba di
Indonesia pada 27 Juni 1930 . (21)
Perpisahan dengan ibunya merupakan suatu peristiwa yg berat
, sebab ibu itu sudah sakit-sakitan dan usia lanjut dan mungkin hanya bisa
hidup beberapa tahun lagi . Ayahnya masih sehat . Tetapi beberapa tahun kemudian
dia meninggal sehingga ibu itu pada usia tuanya mesti menerima berita duka yg
berat tentang kematian puteranya . (22)
Br.Richardus ditempatkan sebagai guru di sekolah Bogor .
Murid-murid tidak menemukan seorang guru yg gampang pada diri bruder ini . Dia
memang keras tetapi jujur luar biasa . Juga bagi dirinya sendiri. Sesudah Bogor
datang ke Jakarta untuk HIS dan dalam tahun1939 ke Pangkal Pinang untuk menjadi
pemimpin dan kepala MULO di sana . Di dalam penjara waktu setengah tahun berat badannya turun tiga
puluh kilo , suatu hal yg sangat melemahkan kekuatan jasmaninya . Lalu
datanglah penyakit disentri yg ditakuti itu . Dalam keadaan demikian dia harus
pindah ke Muntok . Di sana dia langsung dimasukkan kebagian orang sakit .
Tetapi karena kekurangan makanan yg baik dan obat-obatan keadaanya cepat sekali
mundur . Pada 20 Juli 1944 dia menerima Sakramen Orang Sakit dan malam harinya
keadaannya menjadi gawat . Pada hari berikutnya dengan tenang ia menyerahkan
hidupnya . Mgr.Bouma mempersembahkan Misa Requiem dan sesudah itu dia
dimakamkan di pemakamam kamp. (23)
Pada 7 Agustus meninggal pastor van Gorp. (24)
Br.Josephus Smulders
lahir di Tilburg 5 Januari 1913 merupakan bruder kedua yg jatuh menjadi korban
interniran. Pada 4 Agustus dia berangkat
ke Pangkal Pinang . Perpisahan terasa berat , sebab perang sudah mendekat dan
saudaranya harus masuk dinas militer . Kata-kata ibunya “ Mari Sjef , jangan
memandang kami lebih penting daripada Allah yg baik itu “, memberikan dorongan
untuk berangkat . Di Pangkal Pinang dia mendapat tugas untuk kelas pendahuluan
dan kelas 2 , untuk memberikan anak-anak pengertian pertama Bahasa Belanda ,
sementara dia sendiri belum tahusatu katapun bahasa Melayu . Dengan kemauan
membaja dia berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan pertama (25).
Sesudah tahun pertama dia pindah ke Sungailiat dan di sana
dialah salah satu bruder yg harus naik menara pengamat di dalam hutan untuk
melihat kalau kalau ada musuh yg datang .
Dengan interniran mulailah penderitaan dan sakit baginya . Di dalam
penjara dia masih dapat bertahan cukup lama , tetapi di Muntok dia terserang
busung lapar . Segeralah dia tidak berdaya dan terpaksa masuk bagian orang
sakit . Br. Everdinus membantunya sebisa mungkin. Air semakin banyak terkumpul
di dalam badannya , yg membuatnya sangat menderita . Sikap tidur dan tidak bisa
bergerak mengakibatkan luka besar di punggung . Tetapi Jozef tidak pernah
mengeluh . Dia bahkan masih terus memperhatikan orang-orang sakit lain di sekelilingnya : “Everd tolonglah mereka dahulu , mereka lebih perlu daripda saya .” (26)
Keadaan memburuk dan dia memerlukan pertolongan siang dan
malam . Penjagaan malam hari dilakukan oleh Br.Hermenigild . Untuk membalut
luka di punggung tidak ada sesuatu lain daripada beberapa helai putis tentara
yg dibalutkan sekeliling badannya . Pasien-paien lainnya sangat mengagumi
kemauannya yg kuat Bruder itu serta
kerelaan berkorban para pembantunya. (27)
Pasien itu mengalami suatu perubahan , badannya mengering dan
ini berarti akhir riwayatnya . Dia menjadi kurus kering , tetapi semangatnya
tetap segar sampai titik akhir . Penuh penyerahan dia menerima Sakramen Orang
Sakit . Pada 6 Oktober dia menyerahkan kembali jiwanya kepada Tuhan. (28)
Br. Matheus dari misi Palembang meninggal pada 14
Oktober dan pastor Van Iersel
juga dari Palembang mninggal pada 22 Oktober (29)
Br.Sabinus L.de Graaf , lahir di Veghel 27 September 1908 .
Sesudah berhasil memperoleh ijazah guru , dia ditempatkan pada sekolah di
Dongen . Di sini dapatlah dia mulai memenuhi
hasrat hatinya : studi music dan
biola . Dia berhasil dalam hal ini . Menjadilah suatu delima baginya. (30)
Waktu sakit dia masih mengatakan juga : “ Seandainya saya
harus mulai lagi , maka saya akan membuat yg lain , sebab bertahun-tahun
lamanya saya memandang music sebagai hal nomor satu di dalam hidup saya .” (31)
Apa yg mungkin kurang selama bertahun –tahun di dalam
kehidupan rohaninya , berhasil dikejarnya selama masa interniran . Dia sekarang
hidup untuk sesame manusia yg menderita . Bakat-bakat musiknya dimanfaatkannya
untuk menghibur orang dengan memberi pelajaran dan gubahan – gubahan yg
dibuatnya . (32)
Orang-orang bernyanyi di dalam kamp. Orang melupakan
sebentar penderitaan mereka . Dia telah menemukan kembali ketenangan jiwa .
Lama dia tetap dalam keadaan sehat , sampai pada saat muncul gejala-gejala
pertama busung lapar . Sesak napas , serangan-serangan demam , luka-luka yg
dalam , ditambah lagi dengan disentri . Sama sekali bergantung pada perawat
untuk bisa menggerakkan satu tangan atau kaki . Namun Sabinus tetap gembira .
Dia minta diterimakan Sakramen Orang Sakit , sebab ssesak napas bisa
menyebabkan orang mati mendadak . Sesudah menerima Sakramen Orang Sakit
keadaannya baik . Dia sudah siap . Dia lebih suka berbicara mengenai hal-hal yg “diatas”. (33)
Pada 24 Oktober
berangkatlah dia menghadap Tuhan untuk dapat menikmati music surgawi . Dalam waktu satu
bulan meninggal lagi tiga orang misionaris : Pastor van Eyck , 30 Oktober 1944 ; Pastor Kappers ,
7 November 1944 ; keduanya dari Palembang dan dari misi Bangka Pastor Nieuwe
Wene , 22 November 1944. (34)
Br.Laurentius L.W.J, lahir di Gemert 9 Juli 1898 . Dia tiba
di misi dalam tahun 1928 . Seorang yg penuh kebaikan untuk orang lain. Di mana
saja dia ditempatkan , di sana dia memangku semua jabatan yg mungkin . Keadaan
kesehatannya memang tidak pernah amat baik , dia seringkali menjadi tamu sebuah
rumah sakit . Hal ini barang tentu juga keadaan rohaninya . Di dalam interniran
juga lama dia tidak dalam keadaan yg baik , maka tidaklah mengherankan bahwa di
dalam penjara keadaannya cepat mundur , baik jasmani maupun rohani . Banyak
kali kami harus menyelamatkan dia dari pagar kawat berduri , karena dia
berusaha memanjat hendak melarikan diri . Untuk ini dia mendapat hukuman
kurungan , suatu hal yg menguntungkanbagi keadaan rohaninya . Perpindahan juga
tidak merupakan perbaikan baginya . Meskipun menderita segala macam luka , dia
tetap berjalan kian ke mari selama
mungkin . Pada akhirnya , kehabisan tenaga mendekat , sehingga dia harus
masuk bagian orang sakit . Siang dan malam bruder-bruder harus mendampingi dia
. Dia merasa gembira ketika diberitahu bahwa dia harus menerima Sakramen Orang
Sakit . Tiga hari sebelum pesta Pendiri
kita dia menyerahkan rohnya , yg pasti diterima dengan sukacita oleh Bapa
Glorieux , sebagai putera yg banyak menderita , tidak selamanya dimengerti
orang , tetapi tetap setia kepada semangat keprihatinan penuh kasih kepada
sesame . Br.Laurentius merupakan orang ke enam yg meninggal pada hari itu , 22
November. (35)
Pada 27 November meninggallah pastor van Oort dari misi
Palembang . Jumlah orang yg meninggal
bertambah dengan pesat . Orang-orang yg masuk bagian orang sakit , praktis
mengetahui dengan pasti bahwa mereka sudah hampir masuk kamar mayat . (36)
Orang begitu sering dikonfrontasikan dengan kematian
sehingga rasanya tidak banyak lagi yg perlu dilakukan . Kedengarannya aneh ,
tetapi lama kelamaan orang merasa gembira bahwa orang-orang itu harus pergi dan
akhirnya bebas dari penderitaan mereka , yg tidak dapat diringankan , yg harus
dihadapi dalam keadaan tak berdaya.
Seorang dokter berkata dalam keadaan tak berdaya :” Orang tidak perlu memanggil , sebab saya
tidak bisa berbuat apa-apa , obat-obatan sudah habis . Saya hanya mempunyai
pengetahuan , tetapi selebihnya hanya
badan tanpa tangan”. Namun demikian dalam ketidak berdayaannya itu dia selalu
bersedia menolong . Satu-satunya yg bisa dilakukan , ialah bersikap sebaik
mungkin terhadap orang-orang sakit , menyemangati dan menghibur mereka dengan
menunjukkan mereka kepada kehidupan di akhirat , tempat Allah Bapa sekalian
orang menantikan mereka. (37)
Br.Ludwinus M.de Vreede , lahir di Stompwijk 4 Desember 1888
, misionaris kita yg paling tua dan pionir jam pertama . Seorang pekerja keras
yg sampai beberapa hari sebelum meninggalnya belum mau juga berhenti bekerja .
Dengan tertawa dan suatu gambar sketsa dapatlah ia memikat setiap orang .(38)
Masanya yg paling indah dialaminya di rumah orang jompo .
Dia merupakan titik pusat semua misionaris di Bangka , tiada seorangpun mau
kehilangan jam-jam yg menyenangkan bersama dia .
Juga dengan orang-orang tua dia tahu
bagaimana menggembirakan mereka , bahasa tidak menjadi persoalan baginya .
Kebaikannya menarik banyak orang sampai dipermandikan . Sungguh sangat
menyakitkan hatinya tatkala dia harus meninggalkan orang-orang tua itu karena
interniran .
Tetapi juga di dalam
lingkungan yg baru ini segeralah dia menyadari bahwa di sinipun banyak hal yg
baik dapat dilakukan . Di sini beberapa kata diselingi tertawa , disana
percakapan sebentar , suatu nasehat yg baik dan orang-orang inipun merasa
senang karenanya . Barak-barak baginya menjadi
medan perawatan orang sakit baginya . Bila dia melangkah masuk
orang-orang sakit sudah mulai senang . Seluruh waktunya untuk mereka. (39)
Dengan cukup mendadak ia juga terserang penyakit yg
menakutkan itu dengan dahsyatnya . Tidak
akan lama berlangsung . Pernapasan menjadi semakin sulit . Bruder-bruder selalu
mendampingi dia. Pagi-pagi waktu Misa Kudus dia menyerahkan jiwanya yg bagus
itu kembali kepada Penciptanya . Hari itu 2 Desember 1944. (40)
Dalam bulan yg sama pula meninggal dai Palembang lagi :
Pastor Hoffstadt , Br.Wilfridus , dan
Pastor Hoffman . Dari misi Bangka menyusul lagi : Pastor van Gelder dan Br. Pachomius.
(41)
Br.Hermingild B.J. Jaspers dilahirkan di Goude 15 Maret
1908. Dia berangkat ke misi pada 10 Juni
1929 (42)
Ketika dia masuk novisiat dia bercita-cita hendak menjadi
perawat orang sakit , agar dapat menolong orang-orang yg menderita . Tetapi dia
mendapat tugas menjadi guru . Di sinipun dia cocok . Berceritera dan bermain
sulap merupakan kegemarannya . Untuk semua pesta yg mungkin Br.Hermes selalu
tampil. (43).
Dia membuat semuanya itu dengan senang hati sebab dengan itu
dia bisa menggembirakan orang . Untuk dapat mencapai cita-citanya menjadi
perawat itu , dia harus mengalami kehidupan di dalam kamp. Semangatnya yg besar
cepat mendapat rintangan di sini , oleh karena ketidakberdayaan untuk bisa
berbuat baik . Dia menderita banyak sebab melihat orang lain menderita dan
tidak bisa berbuat apa-apa. Maka dia mencari kesibukan di bidang lain saja ,
dia mengarang lagu-lagu yg semua orang senang menyanyikannya . Pada kesempatan
pesta perak Br.Ludwinus dia membuat
acara yg bagus sekali . Dia kembali seperti dulu . Ketika kami tiba di Mentok dia
menyerahkan diri sebagai perawat . Di sini dia memberikan segala tenaganya .
Pengabdiannya demikian besar , sehingga dia sama sekali melupakan dirinya . Dan
dia sendiri juga terserang . Dia sendiri harus
berbaring dan tidak bisa bangun lagi. Penderitaan yg berat selama
minggu-minggu terakhir hanya untuk
membuat mahkota surgawinya lebih indah lagi . Pada 2 Januari 1945 dia meninggal
dunia (44)
Dalam bulan Februari meninggallah pator van de Knaap , 10
Februari 1945 , dari Bangka dan dari Palembang pastor Cobben 12 Februari 1945 , pastor Gebbing 17 Februari
1945 , dan pastor Mikkers 22 Februari 1945. (45)
Dalam bulan itu kita kehilangan : Br.Simplicius A.M v.d
Heyden , yg lahir di Olland pada 11 Nopember 1915 . Dia berangkat ke misi pada
1 Juni 1936 . Orangnya penuh semangat , sulit bisa duduk diam (46)
Sifatnya halus sekali , tetapi bisa juga menjadi panas kalau
harus membela sesuatu yg dipandangnya benar dan harus dipertahankan. Dia
mempunyai bakat untuk bergaul dengan kaum muda. Kelasnya dan kegiatannya di
dalam perkumpulan kaum muda sangat tertib . Karena sakit lambung yg sering
dikeluhkannya dia termasuk yg lemah kesehatannya . Waktu interniran dia
mendapat perhatian istimewa dari pemimpinnya , yg setiap kali bila mungkin
menyembunyikan sesuatu ekstra baginya
(47)
Akibat –akibat kurang makan segera kelihatan . Dia mulai
batuk-batuk kering tetapi karena dia tidak pernah mengeluh , orang mengira itu
hanya sementara saja . Sampai pada suatu hari ketika berjalanmasuk barak dia
jatuh ke lantai . Orang membawa dia dan membaringkannya di atas tikarnya dan
dengan tiba-tiba saja dia menangis meraung-raung kesakitan . Dia kehabisan
tenaga . Dokter menduga tuberkolose dalam stadium yg sudah jauh . Maka dia
harus diisolasikan dan dibaringkan dengan sama saudaranya ,Br.Olav yg menderita
yg sama. (48)
Keduanya saling meneguhkan dan menghibur dalam derita .
Dokter mengusahakan jatah ekstra , tetapi tidak dapat berlangsung lama . TBC
menjalar terus sampai ke perut . Oleh karena kamp harus dipindahkan lagi maka
bruder-bruder terpaksa berpisah dengan sama saudara mereka , sebab orang-orang
sakit baru akan menyusul kemudian . Waktu perpisahan dia hampir tidak sadar
lagi . Pada hari yg sama juga dia meninggal dunia didampingi oleh Br.Parchasius
yg boleh tinggal sebagai perawat dan Br.Olav yg harus menunggu pengangkutan
orang sakit (49)
Dialah orang kita terakhir yg gugur pada 26 Februari 1945
(50)
Tahap ketiga
kehidupan kamp kita
Semua orang sudah siap lagi dengan koper-koper kecil untuk
memulai perjalanan yg baru . Banyak hal yg istimewa tidak ada lagi . Dengan truk –truk para
penghuni kamp diangkut ke dermaga tempat sebuah motorboat kecil sudah berlabuh
untuk membawa mereka ke kapal besar . Semua orang naik ke kapal itu dalam
keadaan lemah sekali . Setelah tiba di geladak kapal , orang Jepang menunjukkan
sebuah ruangan di bawah. Melalui tangga besi orang harus berusaha turun
keruangan itu . Koper kecil itu dijatuhkan saja ke bawah , sebab orang
memerlukan kedua belah tangan untuk turun , sementara kaki terus bergetar . Lantai
ruangan itu penuh dengan kepingan arang dan di salah satu sudut terdapat
beberapa gulungan tikar . Orang boleh mengambil satu tikar itu dan
membentangkannya di lantai lalu berbaring , untuk sekedar menghilangkan rasa
takut. (51)
Orang mengira ruangan itu sudah lama penuh , tetapi masih
terus saja ada orang yg turun . Jadi terpaksa menarik kaki sampai akhirnya
lutut berada di bawah dagu dan tangan melekat di badan. (52)
Sekarang tinggal menunggu berangkat . Melalui jendela orang
dapat melihat bahwa langit semakin gelap, lalu jendela –jendela ditutup . Orang
duduk dalam keadaan gelap sama sekali sementara terdengar hujan turun di
geladak . Kapal itu tetap berlabuh sampai besok paginya . (53)
Suatu malam yg mengerikan . Ketika sudah siang kapal itu
mulai bergerak dan mengambil haluan ke Musi . Sudah sore sekali kapal itu
bersandar di pelabuhan Palembang , lalu
orang berbaris menuju kereta api . Sekali lagi semua orang dihitung . Untuk itu
diperlukan waktu kira-kira satu jam . Lalu naik kereta api . Bangku-bangku kayu
, jendela-jendela ditutup , perut keroncongan . Sepanjang malam itu kereta api
tinggal berdiri diam di luar stasiun . Lagi-lagi malam yg mengerikan dan tidak
bisa tidur. (54)
Pagi hari berikutnya kereta-api itu berangkat dan pada pukul
8 malam tiba di Lubuklinggau . Lagi satu malam
tinggal di dalam kereta-api . Pagi-pagi semua orang yg sudah kehabisan
tenaga itu dinaikkan di truk-truk dan dibawa ke kamp yg baru , jauh di dalam perkebunan
karet “Belalau”. Barak-barak kuli yg sudah lama dan tidak dipakai lagi sekarang
menjadi tempat tinggal baru bagi para
tawanan . Seluruh tempat itu dikelilingi dengan pagar kawat berduri dan dijaga
di luar oleh heiho-heiho . (55)
Di dalam kamp ini keadaan tidak lebih baik untuk orang-orang
sakit . Segala macam penderita sakit sekarang berbaring di dalam sebuah bangsal
panjang di atas sebuah balai-balai bambu , suatu tempat bagus untuk kutu busuk
. Jumlah orang sakit masih terus bertambah dan orang Jepang merasa perlu
mengisolasikan para penderita disentri
di dalam sebuah barak terpisah . Di dalam barak ini kalau hujan lebat perawat harus berjalan di dalam air
setinggi lutut untuk dapat menolong para pasien . (56)
Karena sekarang orang tinggal di suatu perkebunan , maka ada
tanah cukup di sekitar , dan setiap
orang yg masih bisa pergi membuat kebun kecil untuk dapat memperoleh sedikit
sayur ekstra. Br.Justinianus berjasa banyak di sini sesame saudaranya .
Juga di sini orang mendapat kesempatan mengadakan hubungan dengan heiho-heiho ,
yg ingin juga mendapat sesuatu ekstra . Kalau heiho-heiho itu sudah disuap ,
maka para penghuni kamp di perkebunan itu pergi ke kampong-kampung sekitar
perkebunan untuk membeli makanan dengan cara menukarnya dengan celana atau jas
atau kemeja , juga jubah kami . Dengan
cara ini orang bisa memperoleh sesuatu ekstra dalam keadaan yg amat sulit itu
untuk sedikit membantu supaya masih bisa bertahan . (57)
Umtuk mandi kami disuruh pergi ke sebuah kali yg mengalir di
tengah-tengah kamp itu dan tuk W.C , disediakan suatu lubang yg panjang . Waktu
berjalan lalu lambat sekali . Masih 96 kali orang diingatkan kepada kematian
dalam periode 7 bulan .(58)
Pada 19 April 1945 meninggallah Apostolik Prefek kami yg
tercinta , Mgr. Vitus Bouma . Beliau selalu menjadi contoh gemilang penyerahan diri dan berkorban
untuk kami , tidak pernah mau menonjolkan diri tetapi selalu mau sama seperti
kami semua . Namun pastilah beliau
sangat menderita , melihat begitu menyedihkan . Lagi tiga Pastor dari Misi
Bangka yg meninggal dunia : Pastor Mul
21 April 1945 ; Pastor Nijssen 6 Juni 1945, dan satu minggu kemudian Pastor
Bakker pada 14 Juni 1945 . Misi telah mempersembahkan korbannya . (59)
Akhir masa penderitaan itu datang dengan begitu tiba-tiba .
Pada 22 Agustus datanglah di Balalau seorang perwira Jepang dengan 20 orang
anak buah , bersenjatakan 4 pucuk mitrayur yg dipasang keliling kamp itu . Heiho-heiho harus pergi bercuti . Malam
harinya diumumkan penambahan jatah makanan . Aneh sekali , untuk apa? .(60)