Rabu, 01 Januari 2014

sejarah Kongregasi Budi Mulia -Lo Ngin Buk sebelum tahun 1945 . oleh Br.Wulfram dan Br.Ethelbert . (bagian ketiga )



Sejak permulaan penambangan timah di Bangka kuli kuli Cina sudah memberikan saham dalam bentuk tenaga untuk mengumpulkan bahan yg mahal itu. Para majikan pergi ke Cina mencari pekerja pekerja untuk pekerjaan berat ini . Mereka itu haruslah orang orang yg kuat , dan bila sudah mempunyai isteri dan anak anak haruslah mereka tinggalkan . Ayah akan mengirimkan uang , sebab sekarang akan mendapat upah besar . Dan kalau dia bekerja baik sesudah beberapa tahun , dapatlah ia kembali ke rumah sebagai seorang kaya . Orang orang Cina yg di impor ini menjadi singke singke Indonesia . Orang orang Cina yg tidak bisa hidup lebih baik di negeri sendiri tentu saja dapat ditarik untuk kesempatan kerja semacam itu . Sebagian besar tenaga semacam itu tidak diperlukan untuk perkembangan bangsa. (1)

Dari perjanjian perjanjian yg dibuat di Cina tidak banyak yg terwujud didalam pratek . Mereka itu ditampung di dalam barak barak milik perusahaan timah . Oleh karena masih sedikit saja wanita wanita Cina di pulau itu , maka situasi kesusilaan di kalangan kuli kuli itu tidaklah terlalu tinggi . Orang lebih suka melihat mereka jauh dari lingkungan . Uang yg diperoleh tidak dikirim kepada ibu atau isteri , tetapi dipakai untuk berjudi , minum minuman yg murah dan madat . Hanya sedikit orang yg sesudah habis masa kontraknya dapat kembali ke negerinya dan mereka itu lantas membuat kontrak baru lagi. (2)

Untuk pulang ke negeri mereka tidak mempunyai uang dan karena pemerintah setempat mengalami kesulitan menyediakan perumahan bagi orang orang gelandangan itu , oleh karena mereka tidak boleh lagi tinggal didalam barak barak perusahaan timah itu. (3)

Masyarakat Cina dibawah pimpinan seorang kapten atau letnan Cina mendapat tugas mengurusi orang orang ini . Mereka mendirikan di beberapa tempat sebuah rumah guna menampung bekas kuli kuli tambang itu. Pemimpin rumah semacam ini adalah seorang mandor yg harus mengurusi pembagian makanan dan kelancaran urusan rumah tangga . Sekitar tahun 1930 -an rumah rumah ini diambil alih oleh pemerintah setempat , yg mempunyai semacam dana sosial untuk membiayai dan memelihara usaha usaha semacam itu. Segeralah menjadi jelas bagi redisen atau kontrolir bahwa keadaan didalam rumah rumah itu menyedihkan . Terdapatlah diantara orang orang tua itu berbagai macam penyakit dan kekurangan . Memang ada atap tempat mereka bisa bernaung dan diusahakan supaya mereka mendapat cukup makanan dan pakaian . Untuk perawatan mereka bersandar pada bantuan orang orang tua lainnya yg keadaannya agak lebih baik . Dan karena kebanyakan mereka itu orang budak dan tidak mempunyai pengertian tentang cinta kasih Kristen terhadap sesama , tidak banyaklah bantuan yg diberikan . Untuk seorang 'teman' atau seseorang lain yg mungkin masih bisa memetik sedikit keuntungan barulah diurus , tetapi seseorang yg 'asing' seringkali dibiarkan saja pada nasibnya sendiri (4)

Oleh karena itu diusahakan mencari suatu penyelesaian dan segeralah pikiran orang tertuju kepada para misionaris . Diadakan kontak dengan Mgr.Bouma . Hasilnya mulai 1 April 1934 rumah rumah orang jompo , semuanya berjumlah enam buah , satu daripadanya agak diluar Pangkal Pinang , dengan keputusan residen diserahkan kepada misi . Pemberian subsidi oleh dana setempat yg dipertahankan menurut pos pos yg sudah ada didalam anggaran . Setiap tahun misi harus memberikan pertanggung jawab keuangan . (5)

Seorang pastor ditunjuk untuk tugas memimpin pemeliharaan langsung rumah rumah itu , tetapi pimpinan sehari hari diserahkan kepada mandor Cina itu . Dalam hubungan ini Monsinyur juga berpikir : selekasnya mendapatkan tenaga tenaga bruder untuk pekerjaan ini (6)

Ketika Yang Terhormat Br.Provinsial Bernadus pada perjalanan visitasinya yg pertama meresmikan kehadiran bruder bruder Pangkal Pinang atas permintaan Monsinyur , beliau juga mengunjungi juga rumah orang jompo di Pangkal Pinang . Ketika melihat begitu banyak orang tua , yg hanya berbaring menunggu mati tanpa perawatan , terbukalah seketika hati Glorieuxnya. (7)

Bangunan besar yg gelap itu sama sekali tidak menarik , sebaliknya dimana mana terdapat kekurangan , bahkan kekurangan hal hal yg paling sedikit dituntut untuk hieginie dan kerapian . Soal perawatan bagi yg sakit sama sekali tidak ada. Didalam hatinya terbayanglah olehnya Bapa Pendiri berjalan di antara semua orang yg menderita ini dan iapun tidak bisa berkata lain kecuali :" Disini harus diberi bantuan" (8)

Br.Provinsial langsung menawarkan secara prinsip bantuan bruder bruder . Ketika mempelajari anggaran subsidi ternyatalah dengan seketika bahwa hal yg diatur sampai sekecil kecilnya , tetapi untuk perawatan orang orang sakit tidak satu sen pun yg dikeluarkan . Semua orang tua mendapat jatah sama banyak , yg cacat tidak mendapat lebih banyak daripada mereka yg masih cukup kuat , yg dengan membuat kebun sayur atau menjual kayu api dapat memperoleh sedikit uang tambahan (9)

Mengenai penambahan subsidi dalam keadaan yg buruk seperti waktu itu jangan dipikirkan . Maka sebagai syarat pertama diajukan , supaya seluruh urusan keuangan ditangani sendiri . Kalau bruder bruder bebas dalam hal ini , dengan subsidi yg sama bisa dibuat lebih banyak hal. Persoalannya diajukan kepada riseden dan kepala pemerintah setempat dan keduanya langsung menyetujuinya. Untuk selanjutnya misi diberi kebebasan penuh menguasai dan mengurus keuangan dan dana setempat akan menyisihkan jumlah uang tertentu setiap tahun untuk pekerjaan itu yakni fl.6000,- per tahun untuk 120 orang jompo. (10)

Bagaimana dengan tenaga tenaga ? Sebelumnya sudah pernah dipikirkan hendak memindahkan novisiat ke Bangka . Di panti asuhan Vincentius di Bogor terlalu sedikit ruangan untuk mereka dan terlalu sedikit kerja juga. Tampaknya suatu penyelesaian yg baik menghubungkan novisiat dengan rumah jompo. Tempat cukup luas . Para novis nanti bisa memahirkan diri dalam hal perawatan orang sakit , membuat kebun , memelihara orang orang jompo dan sebaigainya ...Tempat disini ideal sekali , letaknya tenang di jalan Sungaiselan , diluar lembah Pangkal Pinang yg sudah dibangun itu . Para novis disini dapat dibimbing dalam semangat Bapa Pendiri, sebab mereka nanti tinggal di tengah tengah orang orang yg paling miskin diantara kaum miskin , guna menolong mereka secara rohani maupun jasmani. (11)

Bagi misi hal itu akan merupakan suatu keuntungan besar , sebab perawatan orang orang jompo itu pasti akan menimbulkan kesan yg baik bagi penduduk dan karya cinta kasih Kristen ini pastilah akan mempengaruhi karya pentobatan. (12)

Persetujuan untuk menerima pekerjaan itu segera diperoleh. Dapat dimulai . Akan dibangun sebuara biara kecil untuk bruder bruder dan berkaitan dengan biara itu kan dibangun pula novisiat .Pater Isfried membuat gambar dan Br.Antonius akan memikul tugas pengawasan sehari hari atas pekerjaan pembangunan itu . Tukang tukangnya yg lama baik tukang kayu maupun tukang batu , dipanggil lagi dan karena mereka itu suka bekerja giat maka gedung itu pasti akan segera bisa ditempati (13)

Pada 10 Januari 1936 berangkatlah Br.Joel dengan tiga orang novisnya : Br. Mattheus , B.Xaverius dan Br.Modestus dari Bogor ke Pangkal Pinang , hendak menempati novisiat yg baru itu . Br.Joel merangkap direktur rumah jompo dan akan dibantu oleh Br.Gerulphus yg berijazah perawat , yg pada 27 Februari 1936 tiba di Indonesia bersama Yang Terhormat Br.Chrysostomus yg datang mengadakan visitasi (14)

Pada 13 Januari 1936 : karya misi yg baru di Bangka , perawatan bekas kuli kuli tambang timah , orang orang Cina yg memerlukan pertolongan dimulai . Pada 11 Februari upacara pemberkatan semarak novisiat itu dilangsungkan oleh Mgr.Bouma dihadiri para bruder dari kedua sekolah dan para pastor dari Bangka . Hadir pula pemimpin pemimpin dari Bogor dan Br.Joel dari Jakarta serta pula seorang postulan L.Manoppo . Juga tampak hadir residen , kapten dan Letnan Cina , dokter rumah sakit Tambang timah . Peninjauan keliling yg pertama Br.Gerulphus di tempat orang orang jompo itu dan perumahan mereka niscayalah merupakan sesuatu yg sangat mengecewakan dan mungkn sekali dia ingin supaya seluruh kompleks itu dibakar habis supaya bisa membangun sesuatu yg baru sama sekali . Hal paling baik ialah supaya mengesampingkan semua bayangan yg ada padanya mengenai rumah rumah jompo di negeri Belanda , dan melihat lihat apa yg paling baik bisa dikerjakan disini dan darimana harus mulai. (15)

Adapun rumah jompo yg ada itu merupakan suatu bangunan batu yg besar kira kira 6 meter tingginya . Gedung itu dibagi menjadi dua buah bangsal besar , diantaranya ada satu ruangan yg diisi dengan meja meja dan bangku bangku untuk rekreasi dan makan. Bangsal tidur dibagi lagi menjadi enam dengan tembok tembok rendah dan didekat tembok tembok itu dipasang balai balai berkaki empat terdiri dari beberapa helai papan yg ditutup sehelai tikar . Inilah tempat istirahat bagi orang orang tua itu , dengan bagian depan terbuka sama sekali . Di belakang bangunan itu terdapat dapur. Sebagian dapur itu dipakai untuk sebuah dangdang nasi yg besar dan setiap orang setiap kali datang mengambil jatah nasinya. Sisa dapur itu dibagi lagi untuk sejumlah tungku kecil tempat setiap orang yg mempunyai uang untuk membeli ikan , daging atau sayur-sayuran , dan dapat menyediakan lauknya sendiri. (16)

Kalau semua sangkar itu sudah penuh dan tidak ada tempat lagi untuk para pendatang baru , maka pekarangan masih tetap luas . Orang lantas memasang tenda dengan atap daun kelapa . Dindingnya terbuat dari apa saja yg mungkin , kaleng kaleng tua , tikar yg robek , karton dari dus dus tua . Untuk tempat tidur beberapa potong papan disusun dan diberi berkaki . Sebagai bantal kepala sepotong kayu atau sebuah karung tua yg diisi dengan bahan bahan rombengan . Orangnya diterima dan disitulah tempat tinggalnya (17).

Gubuk gubuk semacam ini terdapat cukup banyak di pekarangan dan seringkali orang lebih suka tinggal disitu daripada didalam sangkar sangkar gedung baru itu . Di sanalah dia makan jatah nasinya dari dapur umum , menggarap tanah disekeliling gubuk itudan dengan uang yg diperolehnya dari hasil kebun itu dapatlah ia membeli sedikit madat untuk bisa sekedar merasakan kenikmatan pembiusan itu. (18)

Untuk sementara mereka yg sakit keras dibaringkan bersama didalam sebagian gedung besar itu supaya bisa dirawat lebih baik . Sementara itu orang bekerja keras membangun sebuah bangsal pasien yg baru . Juga gedung yg besar mendapat giliran , tembok temboknya dilabur, lantai dan tempat tidur dibersihkan dan semua tidak perlu dibakar . Tentu saja hal ini diprotes oleh orang orang tua itu. Tetapi mereka mendapat tempat tidur yg lebih baik dan pakaian yg sudah lusuh dan koyak koyak diganti dengan yg baru . Juga dibangun lagi sebuah bangsal yg besar , sebab orang orang yg tinggal tersebar di halaman rumah itu harus ditampung juga. (19)

Bangsal orang sakit sudah selesai dan sekarang orang orang yg sakit memperoleh perawatan yg lebih pantas sebagai manusia . Sekarang bisa dijadikan perpindahan besar besaran . Dan itupun tidak berjalan dengan gampang . Kendati segala-galanya orang orang itu tetap terikat pada pemilik mereka yg begitu miskin . Mereka harus dipaksa mengumpulkan barang barang mereka , sesudah itu semua yg tidak perlu dibakar (20)

Bruder-bruder dan para novis bekerja keras. Seluruh tempat itu mendapat wajah baru . Tidak ada sesuatu yg mewah , hanya barang barang yg perlu saja . Orang orang tua yg mulanya tidak senang dengan semua perubahan itu , sekarang mulai menyadari bahwa mereka memang benar diurus dan dirawat . Pada wajah orang orang tua itu sekarang terkuaklah tertawa riang , sebab sekarang mereka mempunyai tempat tinggal yg menyenangkan. (21).

Dengan perasaan puas Br.direktur mengantar tamu tamu berkeliling dan dia berbicara banyak sekali dengan orang orang jompo dengan bahasa yg tidak mereka mengerti , tetapi dimengerti sebab yg berbicara adalah hatinya. (22)

Dalam bulan Maret 1938 Br.Angelus mengikrarkan kaulnya yg pertama dan tetap bekerja dirumah jompo . Sementara itu Br.Joel terus saja diganggu serangan malaria , yakni penyakit yg banyak terdapat di Bangka. Akibat serangan serangan itu kesehatannya mundur sekali . Karena itu dokter menasehati supaya kembali ke tanah air bagaimanapin juga dalam bulan Mei 1938 Br.Joel terpaksa meninggalkan suatu pekerjaan yg bagus dan yg dilakukannya dengan senang hati , dan mesti berpisah dengan orang-orang jomponya. (23)

Sebagai gantinya Br.Ulpianus terima tugas umtuk memperhatikan keadaan Lo Ngin Buk , tiap sore beliau naik sepeda dari sekolah ke Lo Ngin Buk . Tetapi sekaligus juga diminta supaya Br.Ludwinus yg sewaktu bercuti di negeri Belanda diangkat menjadi pemimpin di panti asuhan yatim piatu Keizerstraat di den Bosch, dikirim kembali ke Indonesia . Dia sudah mengenal Bangka dan dalam masa dia menjadi Pemimpin di sekolah dia sudah banyak kali melihat orang-orang jompo itu dan keadaan hidup mereka dan waktu itupun dia sudah ingin sekali menerima pekerjaan disana . Sekarang ada kesempatan baginya kembali lagi ke pulau itu. Dari pihaknya sendiri memang tidak ada keberatan maka pada 15 Juli 1938 dia diangkat menjadi pemimpin di Lo Ngin Buk . Dalam bulan September 1938 tibalah dia disini dan mengambil ahli tugas Br.Ulpianus menjadi direktur dan merangkap sebagai pemimpin novis. Salah satu keprihatinannya yg pertama ialah berusaha memperbaiki keadaan keuangan. Subsidi belum dinaikkan satu senpun . Mengingat dia sendiri berasal dari keluarga peternakan maka timbulah gagasannya supaya memulai usaha pemerahan susu sapi. Dalam tahun 1940 pergilah ia ke Semarang dan kembali dengan sapi sapi , berjalan mengiringi hewan hewan ternaknya itu dari pelabuhan Pangkal Balam kerumah orang jompo. Dalam perjalananyg jauh pastilah dia teringat perjalanan malam hari Bapa Glorieux yg waktu itu dengan sapi yg diperolehnya di St.Denijs berjalan ke Ronse ( 24)

~Pastor Stefanus Modestus Glorieux adalah Pendiri Kongregasi Bruder-bruder Karya Amal , pendiri Kongregasi Budi Mulia . *khiefat

Dalam waktu dua tahun sudah ada 18 ekor sapi di kandang . Memang mesti kerja keras . Br.Ludwinus memerah sendiri 4 kali sehari supaya bisa mendapat susu sebanyak mungkin. Susu itu bisa lancar terjual dan dengan itu pula suatu sumber penghasilan baik untuk para bruder sendiri maupun untuk orang orang jompo. (25)

Suasananya berubah baik sekali . Seorang pastor datang memberi pelajaran agama kepada beberapa orang tua . Dari 1936 sampai 1940 ada 40 orang permandikan. Kadang kadang waktu meninggal dunia , tetapi jumlah yg pergi ke gereja sudah menjdi begitu besar sehingga kapela menjadi terlalu kecil . Karena itu kapela baru yg lebih besar harus dibangun disamping rumah bruder , yg sekarang dipergunakan oleh umat Katolik dari sekitar. Beruntunglah orang-orang jompo bahwa Br.Angelus , karena orang Indonesia , tidak diinternirdan yg meneruskan pekerjaan itu dalam kesulitan kesulitan besar yg luar biasa . Subsidi segera ditarik seluruhnya oleh Jepang , sehingga praktis tidak ada apa apa tersisa kecuali berusaha hidup dari angin. (26)

Walaupun demikian orang Jepang menuntut dari Br.Angelus agar meneruskan pekerjaan itu seperti sediakala . Orang-orang tidak mendapat makanan cukup lagi , sehingga mereka terpaksa kembali melakukan pekerjaan mereka yg dahulu dan pergi mengemis (27)

Padahal mengemis , tidak bekerja , makan tanpa kerja bagi orang Jepang merupakan sesuatu hal yg tidak bisa diterima didalam suatu negara "yg tertib" . Segeralah terlihat gejala gejala petama kehabisan tenaga dan kurang makan . Busung lapar tampak paling menonjol . Juga penyakit penyakit lain mulai bermunculan dan akibat kurang makan dan kurang perawatan medis penyakit kulit merajalela (28)

Tetapi tidak hanya itu , orang Jepang memandang lembaga semacam itu sebagai tempat yg sangat bagus untuk menampung semua gelandangan , orang miskin , pengemis dan penganggur dari Pangkal Pinang dan sekitarnya . Pria, wanita dan anak anak , yg sakit dan yg sehat , semua digiring masuk tempat ini . Suatu tempat pembuangan sampah masyarakat. Sekeliling pekarangan rumah itu ditempatkan serdadu serdadu guna mencegah siapa yg berani melarikan diri . Kemerosotan moral berjalan bersama kecenderungan kemerosotan tenaga jasmani , nafsu seksual yg pernah agak dijinakan oleh kelaparan dan keletihan , sekarang dirayakan beramai ramai di tengah anak anak . Di dalam sebuah bangunan yg mulanya diperuntukan bagi 120 orang kini berjejal 1000 orang dari usia 3 sampai 90 tahun , pria maupun wanita (29)

Di seluruh pekarangan bermunculan segala macam gubuk liar . Dan di tengah tengah semuanya ini berdirilah Br.Angelus . Dia sendiri juga malahan diusir keluar dari rumah bruder dan tinggal di dalam sebuah gubuk dekat rumah orang jompo , bersama Pastor Boen, yg berusaha sebanyak mungkin mengunjungi stasi-stasi untuk tetap memelihara semangat dan iman Katolik . Peternakan juga diambil alih Jepang , hewan hewan disembelih , sehingga dia juga tidak bisa lagi menyadap penghasilan dari sumber ini. Dengan tangan kaki terikat berdirilah dia disini di antara timbunan penderitaan dan kemelaratan . Satu satunya pegangan baginya tidak lain daripada teladan Bapa Pendiri Glorieux. (30)

Br.Angelus pasti sudah melihat beliau diantara orang orangnya yg sakit dan miskin , menolong dengan apa yg bisa diberikannya : Cintakasih . Seringkali dia juga keluar untuk mengumpulkan apa saja sekedarnya untuk orang-orangnya dan bergembira luarbiasa bila bisa memperoleh sesuatu . Pastilah sangat menyakitkan hatinya setiap hari harus melihat ada orangnya yg meninggal . Selama waktu itu lebih daripada 500 orang meninggal , besar dan kecil . Dia belajar ketabahan dan kegigihan Bapa Glorieux supaya bisa bertahan dalam keadaan seperti itu. Bolehlah kita mengatakan : Angelus , Anda benar benar putera Glorieux sejati . Terima kasih .

Tidak ada komentar: