Sejak permulaan penambangan timah di Bangka kuli kuli Cina
sudah memberikan saham dalam bentuk tenaga untuk mengumpulkan bahan yg mahal
itu. Para majikan pergi ke Cina mencari pekerja pekerja untuk pekerjaan berat
ini . Mereka itu haruslah orang orang yg kuat , dan bila sudah mempunyai isteri
dan anak anak haruslah mereka tinggalkan . Ayah akan mengirimkan uang , sebab
sekarang akan mendapat upah besar . Dan kalau dia bekerja baik sesudah beberapa
tahun , dapatlah ia kembali ke rumah sebagai seorang kaya . Orang orang Cina yg
di impor ini menjadi singke singke Indonesia . Orang orang Cina yg tidak bisa
hidup lebih baik di negeri sendiri tentu saja dapat ditarik untuk kesempatan
kerja semacam itu . Sebagian besar tenaga semacam itu tidak diperlukan untuk perkembangan
bangsa. (1)
Dari perjanjian perjanjian yg dibuat di Cina tidak banyak yg
terwujud didalam pratek . Mereka itu ditampung di dalam barak barak milik
perusahaan timah . Oleh karena masih sedikit saja wanita wanita Cina di pulau
itu , maka situasi kesusilaan di kalangan kuli kuli itu tidaklah terlalu tinggi
. Orang lebih suka melihat mereka jauh dari lingkungan . Uang yg diperoleh
tidak dikirim kepada ibu atau isteri , tetapi dipakai untuk berjudi , minum
minuman yg murah dan madat . Hanya sedikit orang yg sesudah habis masa
kontraknya dapat kembali ke negerinya dan mereka itu lantas membuat kontrak
baru lagi. (2)
Untuk pulang ke negeri mereka tidak mempunyai uang dan
karena pemerintah setempat mengalami kesulitan menyediakan perumahan bagi orang
orang gelandangan itu , oleh karena mereka tidak boleh lagi tinggal didalam
barak barak perusahaan timah itu. (3)
Masyarakat Cina dibawah pimpinan seorang kapten atau letnan
Cina mendapat tugas mengurusi orang orang ini . Mereka mendirikan di beberapa
tempat sebuah rumah guna menampung bekas kuli kuli tambang itu. Pemimpin rumah
semacam ini adalah seorang mandor yg harus mengurusi pembagian makanan dan
kelancaran urusan rumah tangga . Sekitar tahun 1930 -an rumah rumah ini diambil
alih oleh pemerintah setempat , yg mempunyai semacam dana sosial untuk
membiayai dan memelihara usaha usaha semacam itu. Segeralah menjadi jelas bagi
redisen atau kontrolir bahwa keadaan didalam rumah rumah itu menyedihkan .
Terdapatlah diantara orang orang tua itu berbagai macam penyakit dan kekurangan
. Memang ada atap tempat mereka bisa bernaung dan diusahakan supaya mereka
mendapat cukup makanan dan pakaian . Untuk perawatan mereka bersandar pada
bantuan orang orang tua lainnya yg keadaannya agak lebih baik . Dan karena
kebanyakan mereka itu orang budak dan tidak mempunyai pengertian tentang cinta
kasih Kristen terhadap sesama , tidak banyaklah bantuan yg diberikan . Untuk
seorang 'teman' atau seseorang lain yg mungkin masih bisa memetik sedikit
keuntungan barulah diurus , tetapi seseorang yg 'asing' seringkali dibiarkan
saja pada nasibnya sendiri (4)
Oleh karena itu diusahakan mencari suatu penyelesaian dan
segeralah pikiran orang tertuju kepada para misionaris . Diadakan kontak dengan
Mgr.Bouma . Hasilnya mulai 1 April 1934 rumah rumah orang jompo , semuanya
berjumlah enam buah , satu daripadanya agak diluar Pangkal Pinang , dengan
keputusan residen diserahkan kepada misi . Pemberian subsidi oleh dana setempat
yg dipertahankan menurut pos pos yg sudah ada didalam anggaran . Setiap tahun
misi harus memberikan pertanggung jawab keuangan . (5)
Seorang pastor ditunjuk untuk tugas memimpin pemeliharaan
langsung rumah rumah itu , tetapi pimpinan sehari hari diserahkan kepada mandor
Cina itu . Dalam hubungan ini Monsinyur juga berpikir : selekasnya mendapatkan
tenaga tenaga bruder untuk pekerjaan ini (6)
Ketika Yang Terhormat Br.Provinsial Bernadus pada perjalanan
visitasinya yg pertama meresmikan kehadiran bruder bruder Pangkal Pinang atas
permintaan Monsinyur , beliau juga mengunjungi juga rumah orang jompo di
Pangkal Pinang . Ketika melihat begitu banyak orang tua , yg hanya berbaring
menunggu mati tanpa perawatan , terbukalah seketika hati Glorieuxnya. (7)
Bangunan besar yg gelap itu sama sekali tidak menarik ,
sebaliknya dimana mana terdapat kekurangan , bahkan kekurangan hal hal yg
paling sedikit dituntut untuk hieginie dan kerapian . Soal perawatan bagi yg
sakit sama sekali tidak ada. Didalam hatinya terbayanglah olehnya Bapa Pendiri
berjalan di antara semua orang yg menderita ini dan iapun tidak bisa berkata
lain kecuali :" Disini harus diberi bantuan" (8)
Br.Provinsial langsung menawarkan secara prinsip bantuan
bruder bruder . Ketika mempelajari anggaran subsidi ternyatalah dengan seketika
bahwa hal yg diatur sampai sekecil kecilnya , tetapi untuk perawatan orang
orang sakit tidak satu sen pun yg dikeluarkan . Semua orang tua mendapat jatah
sama banyak , yg cacat tidak mendapat lebih banyak daripada mereka yg masih
cukup kuat , yg dengan membuat kebun sayur atau menjual kayu api dapat
memperoleh sedikit uang tambahan (9)
Mengenai penambahan subsidi dalam keadaan yg buruk seperti
waktu itu jangan dipikirkan . Maka sebagai syarat pertama diajukan , supaya
seluruh urusan keuangan ditangani sendiri . Kalau bruder bruder bebas dalam hal
ini , dengan subsidi yg sama bisa dibuat lebih banyak hal. Persoalannya
diajukan kepada riseden dan kepala pemerintah setempat dan keduanya langsung
menyetujuinya. Untuk selanjutnya misi diberi kebebasan penuh menguasai dan mengurus
keuangan dan dana setempat akan menyisihkan jumlah uang tertentu setiap tahun
untuk pekerjaan itu yakni fl.6000,- per tahun untuk 120 orang jompo. (10)
Bagaimana dengan tenaga tenaga ? Sebelumnya sudah pernah
dipikirkan hendak memindahkan novisiat ke Bangka . Di panti asuhan Vincentius
di Bogor terlalu sedikit ruangan untuk mereka dan terlalu sedikit kerja juga.
Tampaknya suatu penyelesaian yg baik menghubungkan novisiat dengan rumah jompo.
Tempat cukup luas . Para novis nanti bisa memahirkan diri dalam hal perawatan
orang sakit , membuat kebun , memelihara orang orang jompo dan sebaigainya
...Tempat disini ideal sekali , letaknya tenang di jalan Sungaiselan , diluar
lembah Pangkal Pinang yg sudah dibangun itu . Para novis disini dapat dibimbing
dalam semangat Bapa Pendiri, sebab mereka nanti tinggal di tengah tengah orang
orang yg paling miskin diantara kaum miskin , guna menolong mereka secara
rohani maupun jasmani. (11)
Bagi misi hal itu akan merupakan suatu keuntungan besar ,
sebab perawatan orang orang jompo itu pasti akan menimbulkan kesan yg baik bagi
penduduk dan karya cinta kasih Kristen ini pastilah akan mempengaruhi karya
pentobatan. (12)
Persetujuan untuk menerima pekerjaan itu segera diperoleh.
Dapat dimulai . Akan dibangun sebuara biara kecil untuk bruder bruder dan
berkaitan dengan biara itu kan dibangun pula novisiat .Pater Isfried membuat
gambar dan Br.Antonius akan memikul tugas pengawasan sehari hari atas pekerjaan
pembangunan itu . Tukang tukangnya yg lama baik tukang kayu maupun tukang batu
, dipanggil lagi dan karena mereka itu suka bekerja giat maka gedung itu pasti
akan segera bisa ditempati (13)
Pada 10 Januari 1936 berangkatlah Br.Joel dengan tiga orang
novisnya : Br. Mattheus , B.Xaverius dan Br.Modestus dari Bogor ke Pangkal Pinang
, hendak menempati novisiat yg baru itu . Br.Joel merangkap direktur rumah
jompo dan akan dibantu oleh Br.Gerulphus yg berijazah perawat , yg pada 27
Februari 1936 tiba di Indonesia bersama Yang Terhormat Br.Chrysostomus yg
datang mengadakan visitasi (14)
Pada 13 Januari 1936 : karya misi yg baru di Bangka ,
perawatan bekas kuli kuli tambang timah , orang orang Cina yg memerlukan
pertolongan dimulai . Pada 11 Februari upacara pemberkatan semarak novisiat itu
dilangsungkan oleh Mgr.Bouma dihadiri para bruder dari kedua sekolah dan para
pastor dari Bangka . Hadir pula pemimpin pemimpin dari Bogor dan Br.Joel dari
Jakarta serta pula seorang postulan L.Manoppo . Juga tampak hadir residen ,
kapten dan Letnan Cina , dokter rumah sakit Tambang timah . Peninjauan keliling
yg pertama Br.Gerulphus di tempat orang orang jompo itu dan perumahan mereka
niscayalah merupakan sesuatu yg sangat mengecewakan dan mungkn sekali dia ingin
supaya seluruh kompleks itu dibakar habis supaya bisa membangun sesuatu yg baru
sama sekali . Hal paling baik ialah supaya mengesampingkan semua bayangan yg
ada padanya mengenai rumah rumah jompo di negeri Belanda , dan melihat lihat
apa yg paling baik bisa dikerjakan disini dan darimana harus mulai. (15)
Adapun rumah jompo yg ada itu merupakan suatu bangunan batu
yg besar kira kira 6 meter tingginya . Gedung itu dibagi menjadi dua buah
bangsal besar , diantaranya ada satu ruangan yg diisi dengan meja meja dan
bangku bangku untuk rekreasi dan makan. Bangsal tidur dibagi lagi menjadi enam dengan
tembok tembok rendah dan didekat tembok tembok itu dipasang balai balai berkaki
empat terdiri dari beberapa helai papan yg ditutup sehelai tikar . Inilah
tempat istirahat bagi orang orang tua itu , dengan bagian depan terbuka sama
sekali . Di belakang bangunan itu terdapat dapur. Sebagian dapur itu dipakai
untuk sebuah dangdang nasi yg besar dan setiap orang setiap kali datang
mengambil jatah nasinya. Sisa dapur itu dibagi lagi untuk sejumlah tungku kecil
tempat setiap orang yg mempunyai uang untuk membeli ikan , daging atau
sayur-sayuran , dan dapat menyediakan lauknya sendiri. (16)
Kalau semua sangkar itu sudah penuh dan tidak ada tempat
lagi untuk para pendatang baru , maka pekarangan masih tetap luas . Orang
lantas memasang tenda dengan atap daun kelapa . Dindingnya terbuat dari apa
saja yg mungkin , kaleng kaleng tua , tikar yg robek , karton dari dus dus tua
. Untuk tempat tidur beberapa potong papan disusun dan diberi berkaki . Sebagai
bantal kepala sepotong kayu atau sebuah karung tua yg diisi dengan bahan bahan
rombengan . Orangnya diterima dan disitulah tempat tinggalnya (17).
Gubuk gubuk semacam ini terdapat cukup banyak di pekarangan
dan seringkali orang lebih suka tinggal disitu daripada didalam sangkar sangkar
gedung baru itu . Di sanalah dia makan jatah nasinya dari dapur umum ,
menggarap tanah disekeliling gubuk itudan dengan uang yg diperolehnya dari
hasil kebun itu dapatlah ia membeli sedikit madat untuk bisa sekedar merasakan
kenikmatan pembiusan itu. (18)
Untuk sementara mereka yg sakit keras dibaringkan bersama
didalam sebagian gedung besar itu supaya bisa dirawat lebih baik . Sementara
itu orang bekerja keras membangun sebuah bangsal pasien yg baru . Juga gedung
yg besar mendapat giliran , tembok temboknya dilabur, lantai dan tempat tidur
dibersihkan dan semua tidak perlu dibakar . Tentu saja hal ini diprotes oleh
orang orang tua itu. Tetapi mereka mendapat tempat tidur yg lebih baik dan
pakaian yg sudah lusuh dan koyak koyak diganti dengan yg baru . Juga dibangun
lagi sebuah bangsal yg besar , sebab orang orang yg tinggal tersebar di halaman
rumah itu harus ditampung juga. (19)
Bangsal orang sakit sudah selesai dan sekarang orang orang
yg sakit memperoleh perawatan yg lebih pantas sebagai manusia . Sekarang bisa
dijadikan perpindahan besar besaran . Dan itupun tidak berjalan dengan gampang
. Kendati segala-galanya orang orang itu tetap terikat pada pemilik mereka yg
begitu miskin . Mereka harus dipaksa mengumpulkan barang barang mereka ,
sesudah itu semua yg tidak perlu dibakar (20)
Bruder-bruder dan para novis bekerja keras. Seluruh tempat
itu mendapat wajah baru . Tidak ada sesuatu yg mewah , hanya barang barang yg
perlu saja . Orang orang tua yg mulanya tidak senang dengan semua perubahan itu
, sekarang mulai menyadari bahwa mereka memang benar diurus dan dirawat . Pada
wajah orang orang tua itu sekarang terkuaklah tertawa riang , sebab sekarang
mereka mempunyai tempat tinggal yg menyenangkan. (21).
Dengan perasaan puas Br.direktur mengantar tamu tamu
berkeliling dan dia berbicara banyak sekali dengan orang orang jompo dengan
bahasa yg tidak mereka mengerti , tetapi dimengerti sebab yg berbicara adalah
hatinya. (22)
Dalam bulan Maret 1938 Br.Angelus mengikrarkan kaulnya yg
pertama dan tetap bekerja dirumah jompo . Sementara itu Br.Joel terus saja
diganggu serangan malaria , yakni penyakit yg banyak terdapat di Bangka. Akibat
serangan serangan itu kesehatannya mundur sekali . Karena itu dokter menasehati
supaya kembali ke tanah air bagaimanapin juga dalam bulan Mei 1938 Br.Joel terpaksa
meninggalkan suatu pekerjaan yg bagus dan yg dilakukannya dengan senang hati ,
dan mesti berpisah dengan orang-orang jomponya. (23)
Sebagai gantinya Br.Ulpianus terima tugas umtuk
memperhatikan keadaan Lo Ngin Buk , tiap sore beliau naik sepeda dari sekolah
ke Lo Ngin Buk . Tetapi sekaligus juga diminta supaya Br.Ludwinus yg sewaktu
bercuti di negeri Belanda diangkat menjadi pemimpin di panti asuhan yatim piatu
Keizerstraat di den Bosch, dikirim kembali ke Indonesia . Dia sudah mengenal
Bangka dan dalam masa dia menjadi Pemimpin di sekolah dia sudah banyak kali
melihat orang-orang jompo itu dan keadaan hidup mereka dan waktu itupun dia
sudah ingin sekali menerima pekerjaan disana . Sekarang ada kesempatan baginya
kembali lagi ke pulau itu. Dari pihaknya sendiri memang tidak ada keberatan
maka pada 15 Juli 1938 dia diangkat menjadi pemimpin di Lo Ngin Buk . Dalam
bulan September 1938 tibalah dia disini dan mengambil ahli tugas Br.Ulpianus
menjadi direktur dan merangkap sebagai pemimpin novis. Salah satu
keprihatinannya yg pertama ialah berusaha memperbaiki keadaan keuangan. Subsidi
belum dinaikkan satu senpun . Mengingat dia sendiri berasal dari keluarga
peternakan maka timbulah gagasannya supaya memulai usaha pemerahan susu sapi.
Dalam tahun 1940 pergilah ia ke Semarang dan kembali dengan sapi sapi ,
berjalan mengiringi hewan hewan ternaknya itu dari pelabuhan Pangkal Balam
kerumah orang jompo. Dalam perjalananyg jauh pastilah dia teringat perjalanan
malam hari Bapa Glorieux yg waktu itu dengan sapi yg diperolehnya di St.Denijs
berjalan ke Ronse ( 24)
~Pastor Stefanus Modestus Glorieux adalah Pendiri Kongregasi
Bruder-bruder Karya Amal , pendiri Kongregasi Budi Mulia . *khiefat
Dalam waktu dua tahun sudah ada 18 ekor sapi di kandang .
Memang mesti kerja keras . Br.Ludwinus memerah sendiri 4 kali sehari supaya
bisa mendapat susu sebanyak mungkin. Susu itu bisa lancar terjual dan dengan
itu pula suatu sumber penghasilan baik untuk para bruder sendiri maupun untuk
orang orang jompo. (25)
Suasananya berubah baik sekali . Seorang pastor datang
memberi pelajaran agama kepada beberapa orang tua . Dari 1936 sampai 1940 ada
40 orang permandikan. Kadang kadang waktu meninggal dunia , tetapi jumlah yg
pergi ke gereja sudah menjdi begitu besar sehingga kapela menjadi terlalu kecil
. Karena itu kapela baru yg lebih besar harus dibangun disamping rumah bruder ,
yg sekarang dipergunakan oleh umat Katolik dari sekitar. Beruntunglah
orang-orang jompo bahwa Br.Angelus , karena orang Indonesia , tidak
diinternirdan yg meneruskan pekerjaan itu dalam kesulitan kesulitan besar yg
luar biasa . Subsidi segera ditarik seluruhnya oleh Jepang , sehingga praktis
tidak ada apa apa tersisa kecuali berusaha hidup dari angin. (26)
Walaupun demikian orang Jepang menuntut dari Br.Angelus agar
meneruskan pekerjaan itu seperti sediakala . Orang-orang tidak mendapat makanan
cukup lagi , sehingga mereka terpaksa kembali melakukan pekerjaan mereka yg
dahulu dan pergi mengemis (27)
Padahal mengemis , tidak bekerja , makan tanpa kerja bagi
orang Jepang merupakan sesuatu hal yg tidak bisa diterima didalam suatu negara
"yg tertib" . Segeralah terlihat gejala gejala petama kehabisan
tenaga dan kurang makan . Busung lapar tampak paling menonjol . Juga penyakit
penyakit lain mulai bermunculan dan akibat kurang makan dan kurang perawatan
medis penyakit kulit merajalela (28)
Tetapi tidak hanya itu , orang Jepang memandang lembaga
semacam itu sebagai tempat yg sangat bagus untuk menampung semua gelandangan ,
orang miskin , pengemis dan penganggur dari Pangkal Pinang dan sekitarnya .
Pria, wanita dan anak anak , yg sakit dan yg sehat , semua digiring masuk
tempat ini . Suatu tempat pembuangan sampah masyarakat. Sekeliling pekarangan
rumah itu ditempatkan serdadu serdadu guna mencegah siapa yg berani melarikan
diri . Kemerosotan moral berjalan bersama kecenderungan kemerosotan tenaga
jasmani , nafsu seksual yg pernah agak dijinakan oleh kelaparan dan keletihan ,
sekarang dirayakan beramai ramai di tengah anak anak . Di dalam sebuah bangunan
yg mulanya diperuntukan bagi 120 orang kini berjejal 1000 orang dari usia 3
sampai 90 tahun , pria maupun wanita (29)
Di seluruh pekarangan bermunculan segala macam gubuk liar .
Dan di tengah tengah semuanya ini berdirilah Br.Angelus . Dia sendiri juga
malahan diusir keluar dari rumah bruder dan tinggal di dalam sebuah gubuk dekat
rumah orang jompo , bersama Pastor Boen, yg berusaha sebanyak mungkin
mengunjungi stasi-stasi untuk tetap memelihara semangat dan iman Katolik .
Peternakan juga diambil alih Jepang , hewan hewan disembelih , sehingga dia
juga tidak bisa lagi menyadap penghasilan dari sumber ini. Dengan tangan kaki
terikat berdirilah dia disini di antara timbunan penderitaan dan kemelaratan .
Satu satunya pegangan baginya tidak lain daripada teladan Bapa Pendiri
Glorieux. (30)
Br.Angelus pasti sudah melihat beliau diantara orang
orangnya yg sakit dan miskin , menolong dengan apa yg bisa diberikannya :
Cintakasih . Seringkali dia juga keluar untuk mengumpulkan apa saja sekedarnya
untuk orang-orangnya dan bergembira luarbiasa bila bisa memperoleh sesuatu .
Pastilah sangat menyakitkan hatinya setiap hari harus melihat ada orangnya yg
meninggal . Selama waktu itu lebih daripada 500 orang meninggal , besar dan
kecil . Dia belajar ketabahan dan kegigihan Bapa Glorieux supaya bisa bertahan
dalam keadaan seperti itu. Bolehlah kita mengatakan : Angelus , Anda benar
benar putera Glorieux sejati . Terima kasih .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar